ANALISIS
PENDANAAN JANGKA PENDEK DAN PENDANAAN JANGKA PANJANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah
: Manajemen
Keuangan
Dosen
Pengampu : Dr. Siti Amaroh, SE.,
M.Si
Luqman Alhakim 1320310107
Jamaluddin 1320210108
Sri Muhammad Gaffar M 1320310110
Dian Prasetya 1320310118
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN/PRODI SYARI’AH/MANEJEMEN BISNIS SYARIAH
TAHUN AKADEMIK 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dewasa ini pendanaan dalam arti sempit merupakan pembiayaan yang
dilakukan oleh lembag pembiayaan seperti bank kepada nasabah. Sedangkan
pendanaan dalam arti luas berarti financing
atau pembelanjaan yaitu pembelanjaan
yaitu pembiayaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan baik dilakukan sendiri maupun oleh orang lain.
Maka untuk memenuhi kebutuhan akan pengeluaran jangka pendek maupun
jangka panjang, perusahan membutuhkan dana yang tidak saja dapat dipenuhi oleh
kemampuannya dalam menghasilkan laba, tetapi juga dana dari luar perusahaan seiring dengan perkembangan
kemajuan usahanya. Dilihat dari jangka waktunya, sumber dana dibedakan menjadi
sumber dana jangka pendek dan sumber
dana jangka panjang. Sedangkan asal sumber dana dapat dibedakan menjadi sumber
dana internal dan sumber dana eksternal.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian pendanaan jangkat pendek?
2.
Apa saja tipe-tipe serta jenis-jenis pendanaan jangka pendek?
3.
Apa pengertian pendanaan jangka panjang?
4.
Apa saja jenis-jenis
pendanaan jangka panjang?
5.
Bagaimana formulasi penilaian saham dan obligasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendanaan
Jangka Pendek
1. Pengertian
Pendanaan Jangka Pendek
Pendanaan jangka pendek merupakan utang yang
mempunyai jangka waktu satu tahun yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
aktiva lancer sebagai modal kerja perusahaan.
2. Tipe
dan Jenis-jenis Pendanaan Jangka Pendek
Dalam
jangka pendek bisa dikelompokkan menjadi dua tipe atau jenis, yaitu pendanaan
spontan, dan pendanaan tidak spontan. Pendanaan spontan adalah sumber dana yang
ikut berubah apabila aktifitas perusahaan berubah. Sedangkan pendanan tidak
spontan mengharuskan perusahaan untuk melakukan negoisasi untuk menambah atau
mengurangi dana yang dipergunakan oleh perusahaan.
a. Pendanaan
spontan
Jenis pendanaan yang berubah secara otomatis dengan berubahnya tingkat
kegiatan perusahaan (misal dilihat dari penjualan perusahaan).
1) Contoh
pendanaan spontan yang paling banyak digunakan oleh perusahaan adalan hutang
dagang. Jika perusahaan selalu memberi barang dagangan secara kreditdengan
jangka waktu 3 bulan, dan pembelian selama satu tahun senilai Rp.3.000 juta,
maka rata-rata hutang dagang yang dimiliki perusahaan akan sebesar,
Rata-rata
hutang dagang =
Rata-rata
hutang dagang = Rp.3.000juta / 4
=Rp.750
juta
2) Apabila
pembelian yang dilakukan meningkat, misalnya menjadi Rp.3.300 juta maka
rata-rata hutang dagang juga akan meningkat menjadi,
Rata-rata
hutang dagang = Rp.3.300 juta / 4
= Rp.825 juta
3) Contoh
tersebut menunjukkan bahwa peningkatan pembelian sebesar 10% juga akan
meningkatkan hutang dagang sebasar 10%. Karena itulah dalam metode peramalan
keuangan sering dipergunakan metode presentase penjualan, dan diaplikasikan
untuk rekening hutang dagang.
4) Secara
umum terdapat tiga tipe hutang dagang, yaitu open account, notes payable, dan
trade acceptance.
5) Penjualan
secara kredit mungkin akan memberikan persyaratan tertentu, seperti misalnya 2/10
net 30. Ini berarti pembeli bisa memperoleh discount kalau membayar
di hari ke 10 (lewat hari tersebut tidak memperoleh discount), dan
paling lambat membayar pada hari ke 30.
6) Untuk
persyaratan 2/10 net 30 sebenarnya penjual menawarkan tingkat bunga yang
cukup menarik. Kalau pembeli tidak memanfaatkan discount tersebut, maka
sebenarnya mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh harga 2% lebih murah
karena tidak sedia membayar 20 hari lebih cepat (selisih antara hari ke 30 dan
ke 10). Dengan demikian maka tingkat bunga efektif yang ditawarkan penjual adalah,
Umumnya karena tujuan pemberian discount adalah untuk mempercepat pembayaran, maka discount yang ditawarkan harus cukup menarik untuk
dimanfaatkan.
7) Selain
hutang dagang, pendanaan spontan juga bisa berasal dari rekening-rekening yang
oleh akuntansi diklasifikasikan sebagai rekening accruals.
b. Pendanaan
tidak spontan
Pendanaan tidak spontan yaitu jenis pendanaan yang tidak berubah secara otomatis dengan
berubahnya tingkat kegiatan perusahaan (contohnya adalah sumber dana yang
diperoleh dengan hutang kepada bank
1) Sumber
dana ini menunjukan bahwa perusahaan harus melakukan perjanjian formal untuk
memperolehnya. Sumber yang utama adalah kredit modal kerja dan commercial
paper. Kredit modal kerja diperoleh dari bank, sedangkan commrcial paper
dijual di pasar uang (meskipun pembelihya mungkin juga bank)
2) Kredit
modal kerja, diberikan dengan pagu tertentu (misalnya Rp.200 juta). Perusahaan
tidak harus mengambil pagu kredit tersebut, tetapi bisa mengambil sesuai dengan
keperluannya. Bunga yang dibayar adalah dari kredit yang diambil.
3) Sebelum
bank memberikan kredit, bank akan melakukan analisis kredit, yang pada dasarnya
untuk mengetahui itikad dan kemampuan debitur (perusahaan) dalam membayar
kerdit yang mereka terima. Dala dunia penbankan dikenal istilah 5 C’s of
credit, yaitu character (watak dan kejujuran pamimpin perusahaan), capacity
(kemampuan manajemen), capital (modal perusahaan), collateral (agunan
kredit), condisions (kondisi bisnis).
4) Commercial
paper (CP) merupakan sekuritas jangka pendek
yang diterbitkan oleh perusahaan, yang menyatakan bahwa tanggal tertentu
perusahaan tersebut bersedia membayar sejumlah yang tercantum dalam sekuritas
tersebut. Sekuritas ini kemudian dijual dengan discount. Discount
efektif yang ditawarkan oleh perusahaan yang menerbitkan commercial paper tersebut
biasanya di atas suku bunga deposito tetapi dibawah suku bunga kredit. Untuk
meningkatkan bonafiditas commercial paper, beberapa CP “dijamin” oleh
bank (dikatakan bahwa bank melakukan endosemen).
5) Kredit
usaha kecil, untuk membantu pendanaan usaha kecil pemerintah Indonesia
menentukan bahwa 20% kredit yang disalurkan harus dinyatakan dalam bentuk
kredit usaha kecil (KUK). Yang menarik adalah bahwa KUK ini bunganya tidak
disubsidi oleh pemerintah. Maksimum kredit adalah Rp.200 juta (kemudian ditingkatkan
menjadi Rp.250 juta). Kredit bisa dipergunakan untuk investasi maupun modal
kerja.
6) Non-cash
loan. Perusahaan juga bisa memperoleh dana
dalam bentuk jaminan dari bank. Contoh endosemen yang dilakukan oleh bank
terhadap CP adalah salah satu bentuk non-cash loan. Dengan endosemen
bank CP yang diterbitkan perusahaan laku dijual. Berarti perusahaan memperoleh
dana. Kalau kemudian perusahaan tidak bisa melunasi CP tersebut, bank
tersebutlah yang akan melunasi. Bank tersebut kemudian menagih ke perusahaan.
Apabila perusahaan tetap tidak bisa membayar, non-cash loan ini kemudian
diubah menjadi kredit biasa oleh bank (cash loan), lengkap dengan
perjanjian kreditnya.[1]
B. Pendanaan
Jangka Panjang
1. Pengertian
Pendanaan Jangka Panjang
Pendanaan jangka panjang merupakan salah satu jenis pendanaan yang bisa
dimanfaatkan oleh perusahaan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama
dibandingkan dengan alternatif jenis pendanaan lainnya dalam memenuhi kebutuhan
pembelanjaan perusahaan. Jenis pendanaan jangka panjang yang umum dikenal
antara lain : Kredit Investasi, Hipotek (Mortgage),
Obligasi, dan Saham.
2. Jenis-jenis
Pendanaan Jangka Panjang
a. Kredit
Investasi
Jenis pendanaan ini disediakan oleh perbankan, dan masih banyak
dimanfaatkan oleh kalangan pengusaha. Kredit investasi adalah merupakan
alternatif pendanaan jangka panjang yang umumnya disediakan oleh kalangan
perbankan selain kredit modal kerja (pendanaan jangka pendek).
Keputusan perusahaan untuk memanfaatkan kredit investasi ini hendaknya
mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :
1)
Kelayakan jenis investasi yang akan dilaksanakan.
2)
Pola cashflow dari investasi
yang akan dilaksanakan
3)
Lamanya jangka waktu kredit
4)
Besarnya pengembalian pinjaman setiap periodenya
5)
Tingkat suku bunga yang dipersyaratkan
6)
Persyaratan mengenai pelunasan kredit sebelum jatuh tempo yang biasanya
dalam bentuk penalty.
Contoh : Pada awal 1990, suatu perusahaan menanda tangani perjanjanjian
kredit investasi selama lima tahun dari
Bank A. Jumlah kredit sebesar Rp. 1.000 Juta, telah diamabil semua. Bunga
sebesar 15% per tahun dari saldo kreditnya, dan perusahaan selalu membayar
bunga tepat waktunya meskipun pokok pinjamannya belum diangsur satu rupiahpun.
Pada awal tahun 1993, perusahaan mendapatkan tawaran kredit dari bank asing
dengan bunga hanya 13.5% per tahu. Sewaktu perusahaan menyampaikan niatnya
untuk melunasi kredit investasi tersebut. Bank A menyatakan bahwa pelunasan
sebelum jangka waktu lima tahun akan dikenakan denda dalam bentuk bunga sebesar
2% per tahun. Karena masih terdapat dua tahun sebelum maturity, perusahaan harus membayar bunga sebesar,
2 x 2% x Rp. 1.000 juta =
Rp. 40 juta
Apabila kredit tersebut masih akan diperlukan selama dua tahun lagi,
apakah sebaiknya perusahaan beralih ke bank asing dengan membayar denda kepada
Bank A, ataukah tetap mengutamakan Bank?
Apabila beralih ke bank asing dan membayar denda, maka denda dan bunga
yang dibayar selama 2 tahun akan datang adalah,
Denda Rp. 40 juta
Bunga = 2 x 16% x Rp. 1.000 juta = Rp. 270 juta
Total Rp. 310 juta
Apabila
bertahan menggunakan Bank A, bunga yang dibayar adalah,,
Bunga = 2 x 16% x Rp. 1.000 juta = Rp. 320 juta
Karena biaya kalau beralih ke bank asing lebih murah, alternative
tersebut sebaiknya dipilih. Dengan demikian dampak bahwa adanya penalty dari Bank A membuat bahwa biaya
bunga Bank A lebih besar dari pada yang dicantumkan. Bagi Bank A, pencantuman penalty dilakukan karena dengan
pelunasan kredit, Bank A harus berupaya untuk menjual kembali dana tersebut
agar dapat menghasilkan penghasilan.[2]
b. Hipotek
(Mortgage)
Hipotek adalah merupakan alternatif pendanaan jangka panjang dalam bentuk
hutang yang biasanya harus disertai dengan agunan berupa aktiva tidak
bergerak (tanah, bangunan). Dalam hal
terjadinya likuidasi perusahaan yang mempunyai hutang, maka kewajiban kreditur
harus dipenuhi terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva yang dijadikan
sebagai agunan tersebut.
c. Saham
Saham merupakan bukti kepemilikan suatu
perusahaan. Pemegang saham memperoleh pendapatan dari deviden dan capital
gain (selisih antara harga jual dan harga beli). Berbeda dengan obligasi,
saham tidak harus dibayarkan apabila perusahaan tidak mempunyai kas. Kalaupun
perusahaan mempunyai kas, tetapi perusahaan memerlukan kas tersebut untuk
ekspansi, perusahaan juga tidak harus membayarkan deviden.
Ada beberapa keuntungan akan kepemilikan saham bagi pemegang
saham yaitu:
1) Adanya
hak residu (sisa) atas pendapatan suatu perusahaan. “Sisa” yang dimaksud adalah
pendpatan yang tersisa setelah kewajibam membayar bunga, leasing, pajak,
dan deviden saham preferen telah terpenuhi. Biasanya perusahaan membayarkan
sebagian pendapatan bersih tersebut ke pemegang saham sebagai deviden. Tetapi
perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk membayarkan deviden. Pendapatan yang
tidak dibayarkan tersebut bisa direinvestasikan ke perusahaan, kemudian
menghasilkan keuntungan lebih lanjut, sehingga saham bisa meningkat. Dalam hal
ini, pemegang saham memperoleh capital gain.
2) Pemegang
saham mempunyai kendali atas perusahaan misalnya dalam pemilihan direktur.
Kendali tersebut diwujudkan dalam pemilihan manajemen perusahaan. Pemegang
saham mempunyai hak suara, yaitu hak untuk memilih manajer yang akan ditunjuk
untuk menjalakan perusahaan.
3) Pemegang
saham bisa juga diminta persetujuannya untuk menentukan hal-hal penting
lainnya, seperti pemilihan auditor, penambahan saham yang diotorisasi,
persetujuan penggabungan usaha (merger).[3]
Saham memiliki dua bentuk, yaitu saham preferen serta saham biasa dan right.
1) Saham
preferen
Merupakan bentuk saham tetapi mempunyai
karakteristik obligasi. Pemegang saham preferen
memperoleh deviden. Tetapi deviden tersebut seperti bunga yaitu besarnya
tetap.[4] Misalnya
nilai nominal saham sebesar Rp. 1.000 dengan memberikan deviden rate sebesar 16%, maka pemegang saham preferen akan
memperoleh deviden sebesar Rp. 160. Besarnya deviden yang diterima oleh
pemegang saham preferen tidak dipengaruhi oleh laba yang diperoleh oleh
perusahaan. Sayangnya pembayaran dividen saham preferen tidak dapat dipakai
sebagai pengurang pajak. Dengan kata lain, pembayaran deviden saham preferen
dilakukan terhadap laba setelah pajak.[5]
2) Saham
biasa dan right
Saham menunjukkan bukti
kepemilikan, sedangkan obligasi merupakan surat tanda hutang jangka panjang
yang diterbitkan oleh perusahaan. Para pemegang saham mempunyai hak untuk
memilih direksi perusahaan. Yang umumnya berlaku adalah “one share one vote”. Artinya satu saham memiliki satu suara.
Penerbitan rights (rights issue) saham baru akan dilakukan
oleh perusahaan apabila :
1) Perusahaan
memerlukan tambahan dana untuk keperluan ekspansi.
2) Perusahaan
dapat menerbitkan saham baru dan menawarkan kepada publik umum atau kepada
pemegang saham lama
3) Apabila
perusahaan menawarkan saham baru ke publik umum, maka perusahaan harus menggunakan
jasa lembaga penjamin (yang akan menjamin bahwa penerbitan tersebut akan laku
terjual semua) atau menawarkan saham baru dengan harga yang lebih rendah dari
harga saham saat ini kepada para pemegang saham lama.
Contoh, Misalkan
perusahaan akan menerbitkan saham baru sebanyak 10 juta lembar dan ditawarkan
dengan harga Rp. 5.000,- per lembar (dengan demikian akan terkumpul Rp. 50
milyar). Dengan demikian, maka setiap pemilik satu lembar saham lama diberi hak
membeli satu lembar saham baru dan kepada mereka diberikan bukti rights sesuai dengan jumlah saham yang
mereka miliki. Bagi mereka yang tidak ingin membeli saham baru dapat menjual
bukti rights. Penawaran semacam ini
disebut sebagai “Penawaran Terbatas”, karena hanya dibatasi kepada para
pemegang saham lama.[6]
d.
Obligasi
Obligasi adalah
sekuritas yang membayarkan sejumlah bunga pada investor, setip periode, hingga
akhirnya ditarik oleh perusahaan.[7]
Atau obligasi merupakan surat tanda hutang yang dikeluarkan oleh perusahaan dan
dijual ke investor, dan umumnya tidak dijamin dengan aktiva tertentu. Oleh
karenanya kalau perusahaan bangkrut, pemegang obligasi akan diperlakukan
sebagai kreditur umum.
Dalam Obligasi, akan
mencantumkan :
1) Nilai
pelunasan atau face value
2) Jangka
waktu pelunasan
3) Bunga
yang dibayarkan (coupon rate)
4) Berapa
kali dalam satu tahun bunga tersebut dibayarkan[8]
Tipe obligasi
konvensional mempunyai dampak resiko baik bagi pemilik maupun penerbit
obligasi. Resiko ini biasanya dikaitkan dengan tingkat suku bunga. Artinya,
apabila suku bunga naik maka harga obligasi akan turun (dalam kondisi ini
pemilik obligasi akan rugi). Akan tetapi apabila tingkat suku bunga turun, maka
harga obligasi akan mengalami kenaikan ( dalam kondisi yang demikian penerbit obligasi akan rugi ).
Dalam rangka untuk mengurangi
resiko yang dialami oleh perusahaan penerbit obligasi yang disebabkan karena
menurunnya tingkat suku bunga, penerbit obligasi dapat menawarkan :
1) Obligasi
dengan suku bunga mengambang (floating
rate). Misalnya, suku bunga obligasi ditentukan sebesar sama dengan suku
bunga rata-rata deposito jangka waktu 6 bulan pada bank pemerintah ditambah
dengan 1,00%.
2) Cara
lain yang dapat dilakukan oleh penerbit obligasi untuk mengurangi resiko adalah
dengan mencantumkan call price. Call
price menunjukkan harga yang akan dibayar oleh penerbit obligasi, pada saat
hak untuk membeli kembali obligasi tersebut dilaksanakan oleh penerbit
obligasi. Misalkan disebutkan call price sebesar
110. Artinya Penerbit obligasi dapat meminta obligasi yang dimiliki oleh
pemodal dengan membayarnya sebesar Rp.
1.100.000,- pada saat harga obligasi di pasar sebesar Rp. 1.100.000,- bagi
pemilik obligasi dengan nilai nominal sebesar Rp. 1.000.000,-.
Pada saat obligasi
dilunasi oleh penerbit, maka penerbit kemudian akan mengganti dengan obligasi
baru dengan coupon rate yang lebih rendah.
Misalkan PT ANNA telah menerbitkan
obligasi dengan coupon rate 17% per
tahun. Karena menurunnya suku bunga, obligasi yang ekuivalen dapat dijual
sesuai dengan nilai nominal dengan coupon rate hanya 14% per tahun. Saat ini
obligasi tersebut masih mempunyai usia 9 tahun lagi. Kondisi ini menyebabkan
perusahaan ingin memanggil obligasi lama. Apabila call price sebesar 105 dan diperlukan waktu 3 bulan overlap sebelum
obligasi baru dipergunakan untuk melunasi obligasi lama. Berapakah keuntungan
daripada penggantian obligasi tersebut kalau nilai nominalnya sebesar Rp. 1.000.000,-
?
Pelunasan obligasi lama = 105 x Rp. 1.000.000,- = Rp. 1.050.000,-
Kas masuk obligasi baru = Rp. 1.000.000,-
Selisih Rp.
50.000,-
Bunga selama periode overlap 0,25 x 17% x Rp. 1 juta =
Rp. 42.500,-
Kas keluar pada awal
periode Rp.
92.500,-
Penghematan pembayaran bunga
(17% -14% ) x Rp. 1.000.000,- = Rp. 30.000,-
Dengan menggunakan tingkat bunga 14%,
maka Present Value (PV) penghematan
selama 9 tahun sebesar Rp. 148.380,-
Dengan demikian keuntungan bagi penerbit
obligasi sebesar = Rp. 148.380,- -
Rp. 92.500,- = Rp.
55.880,-
Untuk melunasi
obligasi, perusahaan sering menyisihkan dana khusus yang sering disebut sebagai
“Sinking Fund“, dimana dana tersebut biasanya ditempatkan pada bank
setelah mencapai usia tertentu.[9]
Ada obligasi yang tidak
dijamin dengan aktiva tertentu (unsecured
bonds) juga disebut sebagai debiture.
Ada juga obligasi yang
hanya membayarkan bunga apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Obligasi ini
disebut dengan income bonds. Variasi lainnya
adalah zero coupond bonds,
Dalam penerbitan
obligasi, perusahaan kadang-kadang menyertakan warrant, yang merupakan hak untuk membeli
saham dengan harga tertentu dan digunakan sebagai semacam penarik minat agar
orang mau membeli obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan.
Contoh : Misalkan
Perusahaan Mandiri mau menerbitkan obligasi dengan nilai nominal sebesar Rp.
1.000.000,- dengan coupon rate sebesar 13% dan jangka waktu 5 tahun, dimana
obligasi tersebut ditawarkan sebesar nilai nominalnya. Andaikan
saat ini coupon rate
yang umum berlaku untuk
obligasi yang ekuivalen dengan obligasi yang mau ditawarkan sebesar 15%.
Perusahaan Mandiri dalam menawarkan obligasi ini disertai dengan warrant, yang
menyatakan bahwa pembeli obligasi ini berhak membeli 100 lembar saham biasa
dengan harga Rp. 8.000,- per lembar
saham pada lima tahun yang akan datang, dimana harga saham saat ini sebesar Rp.
6.000,-. Apabila para pemodal memperkirakan bahwa lima tahun yang akan datang
harga saham perusahaan Mandiri sebesar
Rp. 11.000,-, maka warrant tersebut akan cukup menarik investor untuk
membeli obligasi yang ditawarkan oleh Perusahaan Mandiri. Mengapa demikian ?
Jawabannya cukup
sederhana, karena dengan harga saham sebesar Rp. 11.000,- maka investor akan
memperoleh keuntungan sebesar Rp.
3.000,- per lembar saham. Dengan demikian total keuntungan yang didapatkan dari
warrant dalam bentuk saham ini menjadi = 100 x
Rp. 3.000,- = Rp. 300.000,-
Pola arus kas yang
diharapkan oleh investor dengan membeli obligasi tersebut dapat dilihat dalam
ilustrasi perhitungan berikut ini.
Tahun Arus Kas
0 (1.000.000 )
1 130.000
2 130.000
3 130.000
4 130.000
5 130.000
1.000.000
300.000
Dengan menggunakan
formulasi berikut, maka tingkat keuntungan yang diharapkan dari obligasi dengan
warrant tersebut adalah:
Dari perhitungan diatas
akan diperoleh nilai i sebesar 17,25%
Dari contoh ilustrasi
diatas, dapat disimpulkan bahwa apabila harga saham di bawah Rp. 11.000,- maka
tingkat keuntungan akan lebih kecil dari 17,25% dan apabila harga saham lebih
besar dari Rp. 11.000,- maka tingkat keuntungan akan lebih besar dari 17,25%.
Dalam hal ini para pemegang saham akan menerima keuntungan minimal sebesar 13%
( sebesar coupon rate-nya ).
Apabila kita mau
menaksir nilai warrant dengan menggunakan konsep teori opsi dari Black
and Scholes, maka akan diperoleh nilai seperti nampak dalam ilustrasi
perhitungan berikut ini. Diasumsikan bahwa deviasi standar perubahan harga (a)
saham sebesar 0,20 dan tingkat bunga bebas resiko sebesar 10% per tahun.
C.
Formulasi
Penilaian Saham dan Obligasi
1.
Saham
a.
Menilai Saham Biasa Dengan Pertumbuhan Konstan
Model pertumbuhan konstan
dapat diterapkan kepada perusahaan-perusahaan yang mapan dengan sejarah
pertumbuhan yang stabil. Pertumbuhan dividen dikebanyak perusahaan yang sudah
mapan umumnya dihrapkan akan terus berlanjut dimasa depan pada tingkat yang
kurang lebih sama dengan nilai produk domestik bruto. Atas dasar ini dividen
yang diharapkan dari suatu perusahaan normalnya akan tumbuh dengan tingkat 5 –
8 % setahun.
Syarat-syarat yang harus
dipenuhi untuk model dengan pertumbuhan konstan adalah:
1)
Dividen diharapkan akan tumbuh
selamanya dengan tingkat yang konstan
2)
Harga saham diharapkan akan tumbuh
dengan tingkat yang sama
3)
Imbal hasil dividen yang
diharapkan adalah konstan
4)
Imbal hasil keuntungan modal
yang diharapkan konstan dan nilainya sama dengan “g”
Nilai
saham:
Po = D1 / (1+Ks)1 +
D2 / (1+ Ks)2 + …
Dimana:
1)
Po = harga pasar
2)
D1 = dividen yang diharapkan
pada akhir tahun pertama
3)
Ks = Tingkat pengembalian yang
diminta
Po = D1 / (Ks – g)
Dimana:
1)
g = tingkat pertumbuhan (growth rate) yang
diharapkan dari dividen.
2)
Syarat untuk formula di atas
adalah Ks > g
Contoh:
Perusahan PT “MMM”
membayar dividen Rp 700, tingkat pengembalian saham yang diminta adalah Ks =
15% dan investor berharap dimasa depan dividen akan tumbuh secara konstan
sebesar 8%. Maka nilai saham untuk
pertumbuhan konstan adalah:
Po = D1 / (Ks – g)
Po = 700 / (0,15 – 0,08) = 10000
b.
Menilai Saham Biasa Dengan Pertumbuhan Nonkonstan
Pertumbuhan nonkonstan
adalah suatu bagian dari siklus hidup perusahaan di mana perusahaan tumbuh jauh
lebih cepat daripada perekonomian secara keseluruhan. Kita asumsikan bahwa dividen
akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang tidak konstan selama N periode, N
sering disebut tanggal akhir atau tanggal horizon.
Formula nilai akhir atau
nilai horizon:
PN = (DN + 1) / (Ks – g)
Nilai saham biasa dengan
pertumbuhan nonkonstan:
Po = D1/(1+Ks)1
+ D2/(1+Ks)2 + …
+ DN/(1+Ks)N + PN/(1+Ks)N
c.
Menilai Saham Preferen
Saham preferen memberikan
hak kepada pemiliknya untuk mendapatkan pembayaran dividen secara rutin dan
dalam jumlah tetap.
Formula nilai saham
preferen :
VP = DP / KP
Dimana:
1)
VP = nilai saham preferen
2)
DP = dividen preferen
3)
KP = Tingkat pengembalian yang
diminta
Contoh:
Perusahaan PT “MMM”
memiliki saham preferen beredar yang membayarkan dividen sebesar Rp 1000 per
tahun. Jika tingkat pengembalian yang diminta dari saham preferen adalah 10 %, maka nilai dari saham preferen
tersebut adalah:
VP = DP/KP
VP = 1000/0,1 = 10000[10]
2.
Penentuan
Nilai Obligasi
Tingkat bunga
obligasi dinyatakan secara pasti dan tercantum dalam perjanjian obligasi maupun
dalam sertifikat obligasi. Tingkat bunga ini disebut tarif bunga kontrak.
Meskipun bunga biasanya dibayar secara tengah tahunan (setiap 6 bulan), namun
persentase bunga dinyatakan dalam persentase satu tahun. Untuk menghitung beban
bunga per tahun, tarif bunga tersebut dikalikan dengan nilai nominal obligasi.
Pada umumnya
perusahaan penerbit obligasi akan menwarkan tingkat bunga kontrak sebesar
tingkat bunga pasar yang diperkirakan berlaku pada tanggal penerbitan obligasi.
Apabila taksiran perusahaan sesuai dengan kenyataan dan tigkat bunga kontrak
sama degan tingkat bunga pasar pada tanggal obligasi diteribitkan, maka
obligasi itu dapat dijual sebesar nilai pari (sebesar nilai nominalnya). Namun
dalam prakti, tingkat bunga kontrak serigkali tidak sesuai degan tingkat bunga
pasar. Akibatnya, obligasi sering dijual dnegan harga yang lebih tinggi dari
nilai nominal atau bisa juga dijual degan harga di bawah nilai nominal,
sehingga timbul apa yang disebut diskonto obligasi dan premi obligasi. [11]
Mengingat
jumlah jumlah pembayaran bunga obligasi dilakukan secara terus menerus dalam
suatu interval yang teratur serta jumlahnya sama dari satu periode ke periode lainnya, maka akan lebih mudah
menghitung nilai sekarang dari pola penerimaan bunga tersebut dengan
menggunakan tabel present value untuk suatu anuitet (PVIFAi,n). Penentuan nilai
sekarang dari nilai nominal obligasi yang akan dibayarkan kembali pada saat
jatuh tempo dapat dihitung dengan menggunakan tabel present value interest
fatoc (PVIFi,n) berdasarkan tingkat bunga yang berlaku di pasar. Dengan
menjumlahkan present value tingkat bunga yang berbentuk anuitet dengan present
value dari nilai nominal obligasi pada saat jatuh tempo, maka akan dapat
diketuahui present value dari suatu obligasi.
Oleh karena
pada umumnya pembayaran bunga untuk obligasi dilakukan per 6 bulan, maka untuk
perhitungan anuitet bunga obligasi sama seperti cara menghitung present value
Rp. 1,00 yang pembayaran bunganya dilakukan per 6 bulan (compounded
semianually) dan jumlah periode penerimaan bunga adalah (m X n) = 2 kali dalam
setahun masing-masing sebesar 0,5 dari tingkat bunga yang ditetapkan, (
).
contoh :
Tuan Nobon bermaksud
untuk membeli obligasi PT “ABC” dengan nilai nominal Rp 10.000,00, bunga
(coupon rate) 10% yang dibayarkan per 6 bulan, dan jangka waktu obligasi adalah
20 tahun. Tingkat bunga yang berlaku untuk obligasi yang sejenis dengan
obligasi PT “ABC” adalah 8%. Tuan Nobon ingin mengetahui berapa jumlah maksimum
yang harus dibayarnya untuk obligasi tersebut?
Untuk menjawab
pertanyaa tersebut, maka tingkat bunga atau discount rate yang digunakan untuk
menghitung present value dari obligas tersebut adalah sebesar 4% (tingkat bunga
yang berlaku dipasaran dibagi dua, karena periode pembayaran adalah dua kali
dalam setahun). Seperti dalam contoh sebelumnya, maka jumlah bunga yang
diterima dalam setiap periode pembayaran (6 bulan) adalah sebesar Rp. 500,00
(0,5 X (10% X Rp. 10.000,00), dan jangka waktu atau periode pembayaran, n,
adalah 40 (20 X 20). Perhitungan present balue obligasi dilakukan sebagai
berikut :
Present value bunga obligasi =
PAn =
A (PVIFAi,n)
= Rp 500,00 (PVIFA5%,40)
= Rp 500,00 X 17,159
= Rp 8.577,50
Present
value nilai nominal obligasi =
P =
=
=
= Rp. 1.420,45
Dari kedua hasil perhitungan
present value tersebut maka dengan mudah dapat diketahui nilai sekarang dari
obligasi yang dibeli oleh tuan Gafur yaitu dengan jalan menambahkan present
value dari keseluruhan bunga yang diterima dengan present
value dari nilai nominal obligasi pada ,n, ke-40:
Present value
keseluruhan penerimaan bunga = Rp 8.57750
Present value
nilai nominal obligasi =
Rp 1.450,45
Present value
obligasi =
Rp 9.997,95
Present value dari obligasi tersebut seharusnya Rp 10.000,00,
tetapi karena ada pembulatan dalam nilai tabel yang digunakan maka terdapat
selisih sebesar Rp 2,05. Apabila tingkat bunga umum sama dengan tingkat bunga
obligasi (coupon rate) maka present value obligasi adalah sebesar nilai
nominalnya. Sedangkan penjualan obligasi pada tingkat bunga yang lebih besar
ataupun lebih kecil dari coupun rate obligasi akan menyebabkan present value
obligasi lebih rendah atau lebih tinggi dari nilai nominalnya. Keadaan seperti
ini akan menyebabkan timbulnya discount atau premium yang harus diamortisasi
sepanjang umur obligasi, sehingga pada saat jatuh tempo, obligasi tersebut akan
mempunyai nilai yang sama dengan nilai nominalnya.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan beberapa poin sebagai berikut:
1.
Pendanaan jangka pendek merupakan utang yang mempunyai jangka waktu satu
tahun yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan aktiva lancer sebagai modal kerja
perusahaan.
2.
Tipe-tipe pendanaan jangka pendek ada dua, yaitu: Pendanaan spontan dan
pendanaan tidak spontan
3.
Jenis-jenis pendanaan jangka pendek yaitu: Hutang ddagang, rekening
accruals,commercial paper (CP),
pinjaman hutang (kredit), menjamin barang dagang.
4.
Pendanaan jangka panjang merupakan salah satu jenis pendanaan yang bisa
dimanfaatkan oleh perusahaan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama
dibandingkan dengan alternatif jenis pendanaan lainnya dalam memenuhi kebutuhan
pembelanjaan perusahaan.
5.
Jenis-jenis pendanaan
jangka panjang, yaitu: Kredit investasi, hipotek, saham dan obligasi
6. Saham
: Formula yang dapat digunakan untuk
menentukan apakah telah terjadi penjualan atau pembelian kembali saham-saham
perusahaan.
Stock =
SEt – SEt-l – REt + REt-l
7. Obligasi
: pada umumnya pembayaran bunga untuk obligasi dilakukan per 6 bulan, maka
untuk perhitungan anuitet bunga obligasi sama seperti cara menghitung present
value Rp. 1,00 yang pembayaran bunganya dilakukan per 6 bulan (compounded semianually) dan jumlah
periode penerimaan bunga adalah (m X n) = 2 kali dalam setahun masing-masing
sebesar 0,5 dari tingkat bunga yang ditetapkan, (
).
DAFTAR PUSTAKA
Husnan Suad, Enny Pudjiastuti, Dasar-dasar
Manajemen Keuangan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1998
Amaroh Siti, Manajemen Keuangan, Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, Kudus, 2008
Van Home James C., John M. Wachowicz, Jr, Prinsip-prinsip manajemen keuuangan, Salemba
Empat, Jakarta Selatan, 2012
Jusup Al. Haryono. Dasar-Dasar Akuntansi
Jilid 2.Yogyakarta, STIE YKPN. 2001
Syamsuddin Lukman. Manajemen Keuangan Perusahaan. Raja Grafindo. Jakarta Utara, 2011
[1] Suad Husnan, Enny
Pudjiastuti, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, UPP AMP YKPN, Yogyakarta,
1998, hlm. 87-89.
[2] Ibid, hlm. 415
[3] Siti Amaroh, Manajemen
Keuangan, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus, Kudus, 2008, hlm.
118-119.
[4] Ibid, hlm. 142
[5] Suad Husnan, Enny
Pudjiastuti, Op.Cit, hlm. 421
[6] Ibid, hlm. 422
[7] James C. Van Home,
John M. Wachowicz, Jr, Prinsip-prinsip
manajemen keuuangan, Salemba Empat, Jakarta Selatan, 2012, hlm. 87
[8] Ibid, hlm. 287
[9] Ibid, hlm. 417-418
[10] https://www.academia.edu/8441751/MANAJEMEN_KEUANGAN_I_PENILAIAN_SAHAM, diakses pada tanggal 26 Oktober 2015 pukul 22.19 WIB
[12] Syamsuddin Lukman. Manajemen Keuangan Perusahaan. Raja Grafindo. Jakarta
Utara, 2011 Hlm. 393
- 395
www.mbsstainkds.blogspot.com
ReplyDeleteKalo yang ini termasuk pendanaan jangka panjang ga?
ReplyDeleteinvestasi mudah
Coba di baca nih http://www.niajaniar.com/2019/10/pinjaman-online-bunga-rendah.html
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete