MAKALAH
STRATEGI
DALAM TINJAUAN ISLAM
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Manajemen Strategi
DosenPengampu : Supriyono, S.Pd.I, MM
Disusun Oleh :
Dian Prasetya 1320310118
Nikmatul Azizah 1320310140
Siti Shofiyah 1320310144
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
Islam, istilah berbisnis sudah tidak asing lagi melainkan sudah sangat populer.
Berbisnis dalam Islam adalah transaksi akad jual beli yang memperoleh
keuntungan. Inti dari berbisnis adalah pertama, adanya akad jual beli, kedua
adalah adanya penjual dan pembeli dan yang ketiga adalah adanya keuntungan yang
didapat.
Islam
merupakan agama yang komperehensif, mencakup semua aspek kehidupan baik didunia
maupun di akhirat. Dalam kehidupan dunia, Allah SWT telah memerintahkan kepada
manusia untuk menjadi khalifah. Tentun ya, bagaimana manusia dapat mengelola
dunia dengan baik sehingga timbul kemanfaatan dan kebagiaan.salah satu cvara
bagaimana manusia dapat mengelola dan mengurus dunia adalah dengan berbisnis. Berbisnis dalam Islam juga
memiliki strategi yang handal jika diterapkan dalam kehidupan. Dalam Islam,
berbisnis merupakan format penerapan mencari rizki dengan baik karena Allah SWT
dalam Al-Qur’an telah menyuruh manusia untuk berusaha mencari rizki yang halal
dan baik.
Dalam
realitanya sekarang ini, banyak orang yang melakukan bisnis tetapi jauh dari
koridor Islam. Produk yang dihasilkan terkadang tidak sesuai dengan syara’.
Pelayanan tidak memadai bahkan saling menjatuhkan antar para kompetitor. Hal
inilah yang menjadi problem berbisis dalam Islam. Disamping itu, banyak orang
yang masih belum mengetahui tentang berbisnis secara detail. Oleh karena itu,
strategi berbisnis dalam Islam sangatlah penting dan dibutuhkan bagi seluruh
manusia terutama umat Islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian strategi ?
2.
Bagaimana strategi dalam tinjauan Islam ?
3.
Bagaimana implementasi strategi Islam
dalam berbisnis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Strategi
Kata “strategi” berasal
dari bahasa yunani “strategos”, yang berasal dari ‘stratos’ yang
berarti militer dan ‘ag’ yang berarti memimpin.[1]
Istilah manajemen strategi merujuk kepada proses manajemen untuk merumuskan
visi, menentukan tujuan, menyusun strategi, mengimplementasikan dan
melaksanakan strategi, serta mengadakan koreksi penyesuaian dalam visi, tujuan,
strategi dan pelaksanaanya yang tidak sesuai. Manajemen strategi dapat
didefinisikan sebagai serangkaian keputusan dan tindakan untuk memformulasikan,
mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang dirancang
untuk meraih tujuan suatu perusahaan.
Konsep strategi berasal dari
istilah militer, yang berasal dari kata Yunani strategia, yang berarti
seni atau ilmu menjadi jendral. Dalam perkembangannya istilah strategi dipakai
di bidang lain seperti manajemen.
Konsep strategi mencakup komponen
perencanaan dan pengambilan keputusan organisasi dalam mencapai tujuan.
Strategi didefinisikan sebagai penetapan tujuan jangka panjang yang sifatnya
mendasar dari suatu organisasi, dan pemilihan alternative tindakan serta
alokasi sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan.[2]
B. Strategi Dalam Tinjauan Islam
Proses
menyusun strategi pada masa Rasulullah juga sering kali digunakan untuk
berdakwah dan memperluas kekuasaan atau bahkan berperang. Salah satu konsep
strategi perang yang diketahui adalah kisah Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu
yang pada saat itu sangat sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar
pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan
rasa takut ke diri musuh dengan selalu mengganti formasi pasukan setiap hari.
Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada
didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya.
Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan
tambahan pasukan baru. Selain itu, khalid bin Walid mengulur-ulur waktu
peperangan sampai sore hari karena menurut aturan peperangan pada waktu itu,
peperangan tidak boleh dilakukan pada malam hari. Khalid memerintahkan beberapa
kelompok prajurit kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah
kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari
kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yang datang dengan membuat debu-debu
berterbangan. Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa
pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa
kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika datang
pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan akhirnya
mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Pasukan
Islam lalu kembali ke Madinah, mereka tidak mengejar pasukan Romawi yang lari,
karena dengan mundurnya pasukan Romawi berarti Islam sudah menang.
Dari
kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung Islam telah
mengajarkan umatnya untuk merangkai dan menjalankan sebuah strategi agar
tujuan organisasi dapat tercapai.
Begitu
pula strategi dalam sebuah organisasi pada dasarnya dimaksudkan sebagai suatu
proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui
pelaksanaan empat fungsi dasar, yaitu planning,
organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumberdaya
organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga
amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
Berkenaan
dengan hal itu, Islam telah menggariskan bahwa hakikat amal perbuatan haruslah
berorientasi bagi pencapaian ridha Allah SWT. Hal ini seperti yang dikatakan
Allah dalam Qur’an surat Al Mulk ayat 2 sampai 3 yang mensyaratkan dipenuhinya
dua syarat sekaligus, yaitu niat yang ikhlas dan cara yang harus sesuai dengan
hukum syariat Islam. Bila perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus,
maka amal itu tergolong ahsan (ahsanul
amal), yakni amal terbaik di sisi Allah SWT.[3]
Dengan
demikian, keberadaan manajemen organisasi dipandang pula sebagai suatu sarana
untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan organisasi tersebut.
Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai
kaidah berpikir dan kaidah amal dalam seluruh kegiatan organisasi. Nilai-nilai
Islam inilah sesungguhnya nilai utama organisasi yang menjadi payung strategis
hingga taktis seluruh aktivitas organisasi. Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan
syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dalam beraktivitas.
Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolok ukur kegiatan.
Tolok ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal atau haram. Hanya
kegiatan yang halal saja yang dilakukan oleh seorang muslim, sementara yang
haram akan ditinggalkan semata mata untuk menggapai keridhoan Allah SWT.
Sebagai
sebuah proses Islami, maka manajemen strategis bagi suatu organisasi akan
dikendalikan oleh nilai-nilai transendental (aturan halal-haram), dari cara
pengambilan keputusannya hingga pelaksanaannya sama sekali berbeda dengan
aplikasi manajemen strategis konvensional yang non Islami.
Berbeda
bengan landasan sekularisme yang bersendikan pada nilai-nilai material, aplikasi
manajemen strategis non Islami tidak memperhatikan aturan halal-haram dalam
setiap perencanaan, pelaksanaan dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih
tujuan-tujuan organisasi.
Dalam
menyusun strategi jika dilihat dari perspektif Islam menekankan pada wilayah
halal dan haram. Hal tersebut dapat dilihat pada prinsip-prinsip Islam mengenai
halal dan haram, prinsip-prinsip tersebut diantaranya yaitu:
1.
Segala sesuatu pada dasarnya boleh.
2.
Untuk mebuat absah dan untuk melarang
adalah hak Allah semata.
3.
Melarang yang halal dan membolehkan yang
haram sama dengan shirik.
4.
Larangan atas segala sesuatu didasarkan
atas sifat najis dan melukai.
5.
Apa yang halal adalah yang
diperbolehkan, dan yang haram adalah yang dilarang.
6.
Apa yang mendorong pada yang haram
adalah juga haram.
7.
Menganggap yang haram sebagai halal
adalah dilarang.
8.
Niat yang baik tidak membuat yang haram
bisa diterima.
9.
Hal-hal yang meragukan sebaiknya
dihindari.
10. Yang
haram terlarang bagi siapapun.
11. Keharusan
menentukan adanya pengecualian.[4]
Hal
tersebut selaras dengan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menekankan bahwa tolak ukur strategi
adalah hukum syara’ tentang halal haram,
hadist tersebut berbunyi :
“Tinggalkan
olehmu sekalian apa saja yang telah ku tinggalkan. Sesungguhnya yang
menyebabkan kebinasaan umat-umat sebelum adalah banyaknya pertanyaan mereka dan
mereka bertindak tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh nabi-nabi
mereka. Oleh karena itu, bila aku melarang sesuatu kepada kamu sekalian maka
jauhilah, dan bila aku memerintahkan sesuatu maka kerjakanlah sekuat tenaga.”
Begitu
pula dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT pada Qur’an surat Al-Hasyr ayat
7 yang berbunyi :
Artinya
: “.. Apa saja yang dibawa/diperintahkan oleh Rasul (berupa hukum) kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa saja yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah..,”
(Q.S Al-Hasyr : 7).
Jadi,
Islam telah menetapkan bagi manusia suatu tolok ukur untuk menilai segala
sesuatu, sehingga dapat diketahui mana perbuatan yang terpuji (baik) yang harus
segera dilaksanakan dan mana perbuatan tercela (buruk) yang harus segera
ditinggalkan. Tolok ukur ini, adalah hukum syara’ yakni aturan-aturan Allah SWT.
Yang dibawa oleh Rasul. Bukan akal dan nafsu manusia. Sehingga apabila syara’
menilai perbuatan tersebut terpuji (baik), maka itulah terpuji (baik),
sedangkan apabila syara’ menilai suatu perbuatan tercela (buruk) maka itulah
tercela (buruk).
Tolak
ukur ini bersifat abadi dan tidak berubah selama-lamanya. Karena itu perbuatan
yang terpuji (baik) menurut syara’ seperti shalat, berakhlak mulia, menepati
janji, berbuat baik kepada orang tua, melaksanakan jual beli dengan jalan yang
halal, dan lain-lain tidak akan berubah menjadi perbuatan yang tercela (buruk).
Hal tersebut dapat digunakan dalam menyusun strategi yang bertujuan untuk
menggapai visi, misi dan tujuan organisasi harus melihat prinsip-prinsip halal
haram tersebut agar tujuan organisasi tidak hanya demi menggapai orientasi
materi tetapi juga demi menggapai ridho Allah pada setiap prosesnya.
C. Implementasi Perencanaan Strategis Islam
Dalam Berbisnis
Setiap manusia memerlukan harta
untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, manusia akan selalu
berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satu dari ragam bekerja adalah
berbisnis. Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan,
untuk “bekerja”. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan
manusia memiliki harta kekayaan. Untuk melapangkan bumi serta menyediakan
berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan manusia untuk mencari rezeki. Hal
tersebut sejalan dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat
Al-Mulk [67] : 15, yang berbunyi :
Artinya : “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan
hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” Q.S Al-Mulk :[67]:
15
Selain itu dalam
mencari rezeki Islam juga sangat menekankan pada aspek kehalalannya, baik dari
sisi perolehan maupun pendayagunaannya.
Sejalan dengan kaidah ushul “al-alsufi al-afal at-taqayyud bi huhmi
asy-syar’i”, yang berarti bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat
dengan hukum syara’: wajib, sunnah, makruh, atau haram, pelaksanaan bisnis
harus tetap berpegang pada ketentuan syariat. Dengan kata lain, syariat
merupakan nilai yang menjadi payung strategis ataupun taktis organisasi bisnis.
Dengan kendali syari’at, bisnis bertujuan mencapai empat hal utama, yaitu
1.
Targeting hasil : profit-materi dan
benefit-nonmateri
2.
Pertumbuhan, artinya terus meningkat
3.
Keberkahan atau keridhaan Allah
Targeting hasil : Profit-materi
dan benefit-nonmateri. Tujuan perusahaan tidak hanya untuk mencari profit (qimah maqdiyah atau nilai materi)
setinggi-tingginya, tetapi juga memperoleh dan emmberikan benefit (keuntungan
atau manfaat) nonmateri kepada internal organisasi perusahaan dan eksternal
(lingkungan), seperti terciptanya suasana persaudaraan, dan sebagainya.
Benefit yang dimaksudkan tidak
serta-mata memberikan manfaat kebendaan, tetapi juga dapat bersifat nonmateri.
Islam memandang bahwa tujuan suatu amal perbuatan tidak hanya beroroentasi pada
qimah madiyah. Masih ada tiga
orientasi lainnya, yaitu qimah inaniyah,
qimah khuluqiyah, dan qimah ruhiyah.
Dengan orientasi al-insaniyah berarti pengelola perusahaan juga dapat
memberikan manfaat yang bersifat kemanusiaan melalui kesempatan kerja, sedekah,
dan bantuan lainnya. Qimah khuluqiyah mengandung
pengertian bahwa nilai-nilai akhlaqul karimah (akhlak mulia) menjadi suatu
kemestian yang harus muncul dalam setiap aktivitas pengelolaan perusahaan,
sehingga dalam perusahaan tercipta hubungan persaudaraan yang Islami, bukan
sekedar hubungan fungsional atau profesional. Sementara itu, qimah ruhiyah berati perbuatan tersebut
bermaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam setiap amalnya, seorang
muslim selain harus berusaha meraih qimah
yang dituju, upaya yang dilakukan itu juga harus sesuai dengan aturan
Islam. Dengan kata lain, suatu aktivitas harus disertai kesadaran hubungannya
dengan Allah.[5]
Dengan berkembangnya konteks
persaingan, dunia usaha di tuntut untuk mengembangkan dan mengimplementasikan
strategi yang dapat mengantisipasi terhadap kecenderungan-kecenderungan baru
untuk mencapai dan mempertahankan posisi bersaing maupun keunggulan
kompetitifnya. Perumusan strategi tersebut merupakan keputusan yang menyelaraskan
antara kondisi lingkungan eksternal yang terjadi sekitar perusahaan, dan sumber
daya, serta harapan dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan yang akan datang.
Strategi merupakan pilihan pola
tindakan atau rencana tentang apa yang ingin dicapai perusahaan dan hendak
menjadi apa suatu organisasi dimasa yang akan datang dengan mengintegrasikan
tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan serta bagaimana cara mencapai keadaan yang
dinginkan tersebut dengan mengalokasikan
sumber daya yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut.[6]
Konsep dasar strategi merupakan
rencana berskala besar dengan berorientasi masa depan, untuk berinteraksi
dengan kondisi persaingan, demi mencapai tujuan perusahaan dalam jangka
panjang. Strategi mencerminkan pengetahuan perusahaan mengenai bagaimana,
kapan, dan dimana perusahaan akan bersaing, dengan siapa perusahaan sebaiknya
bersaing, dan untuk tujuan apa perusahaan harus bersaing.
Dalam mendapatkan keunggulan
bersaing bisa jadi terdiri dari dari banyak persaingan/pertempuran, dan untuk
mendapatkan keunggulan bersaing tidak harus memenangkan semua pertempuran.
Proses paling penting pada saat perumusan strategi adalah saat merumuskan
alternatif dan menentukan pilihan tujuan dan cara mencapainya.[7]
Untuk mencapainya maka perlu dibuatnya kerangka perencanaan strategis,
diantaranya yaitu :
1.
Tahapan I, Prakondisi Perencanaan
Tahapan ini berintikan pada analisis dan diagnosis
internal dan eksternal organisasi. Analisis tersebut bertumpu pada basis data
tahunan dengan pola 3-1-5. Maksudnya , data yang ada diupayakan mencakup data
perkembangan pada 3 tahun sebelum dilakukan analisis serta kecenderungan
organisasi untuk 5 tahun ke depan. Pada tahapan ini analisis SWOT sangat
diperlukan untuk menganalisis kondisi internal maupun eksternal. Hal tersebut
dilakukan agar strategi memiliki dasar serta fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan dan tentu dengan melihat aspek halal-haramnya.
2.
Tahapan II, Perumusan Perencanaan
Apabila prakondisi perencanaan berhasil maka langkah
selanjutnya adalah melakukan perumusan perencanaan. Tahapan ini meliputi tiga
jenjang perencanaan, yaitu strategi induk, strategi program jangka menengah,
dan program jangka pendek.
a.
Strategi Induk, pada strategi induk
berisikan visi, misi dan tujuan yang berorientasi pada syariah.
b.
Strategi Program Jangka Menengah, dalam
strategi ini terdapat rencana-rencana fungsional yang berfungsi untuk
mengimplementasikan strategi induk yang telah ditentukan dalam jangka waktu
setengah dari waktu pencapaian.
c.
Tahapan III Implementasi dan penilaian umpak
balik
·
Implementasi. Pada tahap ini,
implementasi perencanaan bertumpu pada alokasi dan pengorganisasian SDM.
Aktivitas ini mencakup distribusi kerja diantara individu dan kelompok kerja
dengan mempertimbangkan tingkatan manajemen, tipe pekerjaan, pengelompokan
pembagian pekerjaan serta mengusahakan agar bagian-bagian itu menyatu
seluruhnya dalam sebuah tim dimana seluruh anggotanya bersinergi dalam kesamaan
visi, misi, dan tujuan organisasi.
·
Penilaian dan umpan balik, tahapan ini
adalah proses paling akhir dari perencanaan strategis. Penilaian dilakukan
sesuai prosedur organisasi yang dikembangkan. Yakni yang mengacu pada tolak
ukur strategi dan operasional.[8]
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Strategi didefinisikan sebagai penetapan
visi, misi dan tujuan jangka panjang yang sifatnya mendasar dari suatu
organisasi, dan pemilihan alternative tindakan serta alokasi sumberdaya yang
diperlukan untuk mencapai tujuan.
Dalam
tinjauan Islam, strategi telah dijalankan oleh para sahabat Rasul dalam
berdakwah dan berperang yang bertujuan untuk mencapai Ridho Allah dan
memperluas ajaran Islam. Sedangkan
manajemen strategis bagi suatu organisasi akan dikendalikan oleh nilai-nilai transendental
(aturan halal-haram), dari cara pengambilan keputusannya hingga pelaksanaannya sama
sekali berbeda dengan aplikasi manajemen strategis konvensional yang non
Islami.
Dengan berkembangnya konteks
persaingan, dunia usaha di tuntut untuk mengembangkan dan mengimplementasikan
strategi yang dapat mengantisipasi terhadap kecenderungan-kecenderungan baru
untuk mencapai dan mempertahankan posisi bersaing maupun keunggulan
kompetitifnya. Perumusan perencanaan strategi sangat diperlukan oleh pelaku
bisnis untuk menganalisis bisnis yang akan dijalankan. Hal tersebut merupakan
keputusan yang menyelaraskan antara kondisi lingkungan eksternal yang terjadi
sekitar perusahaan, dan sumber daya, serta harapan dan tujuan yang ingin
dicapai perusahaan yang akan datang.
B. SARAN
Demikian makalah ini kami buat. Apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan dan pembahasan makalah ini kami mohon maaf.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk lebih baiknya paper
yang kami buat selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat.
DAFT
AR PUSTAKA
Husni Mubarok. Manajemen Strategi. Kudus. Dipa STAIN Kudus. 2009.
Mamduh
M, Hanafi, L. Wheelen. Manajemen
Strategis. ANDI. Yogyakarta.
2001.
Muhammad
Ismail Yusmanto. Manajemen Strategis
Perspektif Syariah. Khairul
Bayan. Jakarta, 2003
Muhammad.
Etika Bisnis Islam. Akademi Manajemen
Perusahaan YKPN.
Yogyakarta
Nana
Herdiana Abdurrohman. Manajemen Bisnis
Syari’ah dan Kewirausahaan.
Bandung. Pustaka Setia. 2013.
M.
Karebet Widjajakusuma. M. Ismail Yusanto.
Pengantar Manajemen Syariat,
Khairul Bayan. Jakarta. 2003.
[1]
Husni Mubarok, Manajemen Strategi,
Kudus, Dipa STAIN Kudus, 2009, hlm 10
[2]
Mamduh M, Hanafi, L. Wheelen. Manajemen
Strategis, , ANDI, Yogyakarta, 2001
[3]
Muhammad Ismail Yusmanto, Manajemen
Strategis Perspektif Syariah, Khairul Bayan, Jakarta, 2003, hlm. 2
[4]
Muhammad, Etika Bisnis Islam, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN,
Yogyakarta, hlm. 27
[5]
Nana Herdiana Abdurrohman, Manajemen Bisnis Syari’ah dan Kewirausahaan,
Bandung, Pustaka Setia, 2013, hlm 266-267
[6]
Husni Mubarok, Op.Cit, hlm 7
[7]
Ibid, hlm 9
[8]
M. Karebet Widjajakusuma, M. Ismail Yusanto, Pengantar Manajemen Syariat, Khairul Bayan, Jakarta, 2003, hlm.
82-108
0 komentar:
Post a Comment