Blog yang diperuntukan untuk anak kuliah, terutama Mahasiswa Manajemen dan Ekonomi Syariah

Thursday, 11 May 2017

Posted by Dian Prasetyo in | 10:13:00 No comments
IJARAH

Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Fiqih Muamalah
Dosen pengampu : Sobirin ,M.Ag






Disusun oleh :
Nofitasari  (212300)
 


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH / MBS
Tahun akademik 2012/2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar  belakang masalah

Era globalisasi telah banyak mendominasi dunia islam pada saat ini, khususnya di Indonesia. Budaya-budaya barat yang lepas dari konsep hukum syariat agama Islam telah banyak berpengaruh dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat Islam. Dan sering pula budaya-budaya barat yang telah dipraktekkan di dunia Islam  pada hakekatnya jauh dari konsep fiqih islam yang tujuannya adalah mengatur hukum-hukum islam.
Ijarah merupakan bentuk mu’amalah yang sering kita dengar dengan sebutan sewa-menyewa, namun sejauh ini banyak masyarakat pada umumnya tidak memahami secara benar dan rinci bagaimana mu’amalah dalam konteks ijarah (sewa-menyewa) yang telah diatur oleh syariat Islam.
Akad ijarah (sewa-menyawa) sudah banyak terpengaruh oleh peradaban barat yang tanpa memperhatikan mana yang diuntungkan dan mana yang dirugikan, sehingga sering terjadi pertengkaran dan perdebatan pada saat akad sewa-menyewa yang dikarenakan adanya keuntungan sepihak.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang telah dijelaskan, maka secara garis besar ada beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.    Apa pengertian Ijarah ?
2.    Bagaimana hukum-hukum Ijarah menurut agama islam ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pegertian Ijarah

Sewa menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan Al-ijarah. Menurut pengertian hukum islam, sewa menyewa diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.[1]
Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah pengambilan manfaat sesuatu benda. Jadi, dalam hal ini bendanya sama sekali tidak berkurang. Dengan perkataan lain terjadinya sewa menyewa yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan tersebut.
Di dalam istilah hukum islam, orang yang menyewakan disebut mu’ajir. Sedangkan orang yang menyewa disebut mu’tajir. Benda yang disewakan diistilahkan dengan ma’jur, dan uang sewa atau imbalan atas pemakaiaan manfaat barang disebut ajrah atau ujrah.
Sewa menyewa sebagaimana perjanjian lainnya, merupakan perjanjian yang bersifat konsensual (kesepakatan). Perjanjian itu mempunyai kekuatan hukum, yaitu pada saat sewa menyewa berlangsung. Apabila akad sudah berlangsung, pihak yang menyewakan (mu’ajir) wajib menyerahkan barang (ma’jur) kepada penyewa (musta’jir). Dengan diserahkannya manfaat barang / benda maka penyewa wajib pula menyerahkan uang sewanya (ujrah).
Al-Ijarah terambil dari kata al-Ajr yang artinya adalah pengganti atau upah. Allah berfirman :                                                                 
 أَجْرًا  عَلَيْهِ لَاتَّخَذْتَ شِئْتَ لَو
Artinya :“… jika kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu…
(Qs. Al-Kahfi 18 : 77 )[2]
Definisi ijarah dalam syara’ adalah akad atas manfaat yang dibolehkan, yang berasal dari benda tertentu atau yang disebutkan ciri–cirinya, dalam jangka waktu yang diketahui, atau akad atas pekerjaan yang diketahui, dengan bayaran yang diketahui.

B.  Syarat Rukun Ijarah
a.       Syarat-syarat ijarah adalah[3] :
1.      Yang menyewakan dan yang menyewa sudah baligh, berakal sehat dan sama-sama ridla
2.      Barang yang disewakan itu mempunyai faedah yang berharga, faedahnya dapat dinikmati oleh orang yang menyewa dan kadarnya jelas, misalnya : Rumah disewa 1 tahun, Taksi disewa dari Yogyakarta sampai solo 1 hari, atau seorang pekerja disewa untuk membuat pintu besi ukuran sekian meter
3.      Harga sewanya dan keadaannya jelas, misalnya: Rumah Rp. 100.000,- sebulan, dibayar tunai atau angsuran
4.      Yang menyewakan adalah pemilik barang sewa, walinya/orang yang menerima wasiat (washiy) untuk bertindak sebagai wali
5.      Ada kerelaan kedua belah pihak yang menyewakan dan penyewa yang disahkan dengan adanya ijab Kabul
6.      Yang disewakan ditentukan barang atau sifat-sifatnya
7.      Manfaat yang dimaksud bukan hal yang dilarang syara’
8.      Berapa lama waktu menikmati manfaat barang sewa harus jelas
9.      Harga sewa yang harus dibayar, bila berupa uang ditentukan berapa besarnya
10.  Tidak mengambil manfaat bagi diri orang yang disewa, tidak menyewakan diri untuk perbuatan ketaatan sebab manfaat dari ketaatan tersebut adalah untuk dirinya

b.      Rukun-rukun ijarah :
1.      Mu’jir dan mu’tajir yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah mengupah dalam hal upah mengupah. Mu’ajir adalah orang yang memberi upah untuk melakukan sesuatu , sedangkan Mu’tajir adalah orang yang menyewa sesuatu. Disyaratkan kepada mu’jir dan mu’tajir adalah orang yang baliqh,berakal,cakap melakukan tasharrup (mengendalikan harta), dan saling meridhoi[4]

2.      Ujrah ( upah / harga sewa ), disyratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa menyewa barang yang disewakan ataupun upah mengupah sesuatu yang dikerjakan.

c.       Tujuan ijarah :
Adapun tujuan sewa menyewa (ijarah) adalah untuk mengambil manfaat dari apa yang disewa tersebut dengan maksud tertentu dan mubah setelah disewa maka akan memberi pengganti kepada yang menyewakan[5]

C.  Macam-macam sewa-menyewa
1.    Sewa barang
a.       Sewa menyewa rumah
Sewa menyewa tanah dalam hukum perjanjian islam dapat dibenarkan baik tanah untuk pertanian atau untuk pertapakan bangunan atau kepentingan lainnya.
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam hal perjanjian sewa menyewa tanah antara lain sebagai berikut, “untuk apakah tanah tersebut digunankan ?” apabila tanah digunakan untuk lahan pertanian, maka harus diterapkan dalam perjanjian jenis apakah tanaman yang harus ditanam ditanah tersebut. Sebab jenis tanaman yang ditanam akan berpengaruh pula terhadap jumlah uang sewanya.
Keanekaragaman tanaman dapat juga dilakukan asal orang yang menyewakan / pemilik mengizinkan tanahnya ditanami apa saja yang dikehendaki penyewa, namun lazimnya bukan jenis tanaman tua / keras.
Apabila dalam sewa menyewa tanah tidak dijelaskan kegunaan tanah, maka sewa menyewa yang diadakan dinyatakan batal (fasid). Sebab kegunaan tanah perjanjian, dikhawatirkan akan melahirkan persepsi yang berbeda antara pemilik tanah dengan penyewa dan pada akhirnya akan menimbulkan persengketaan.
b.      Sewa menyewa binatang
1.     Malik membolehkan seseoarang menyewakan pejantannya untuk mengawini sekawanan unta yang telah diketahui.
2.     Abu Hanifah dan Syafi’i tidak membolehkan hal tersebut.
Dan hujjah ulama yang tidak membolehkan hal tersebut adalah adanya larangan dari menyewakan pejantan. Sedangkan ulama yang membolehkan menyamakannya dengan manfaat-manfaat yang lain, dan hal ini adalah lemah karena mendahulukan qiyas atas nash yang baku.
Sedangkan menyewakan anjing juga termasuk dalam kategori ini, dan hal tersebut tidak boleh menurut Syafi’I dan Malik.
Syafi’i dalam membolehkan penyewaan manfaat mensyaratkan bahwa manfaat tersebut memiliki harga tersendiri sehingga tidak boleh menyewa buah untuk dicium, serta makanan untuk menghiasi toko, karena manfaat-manfaat ini secara tersendiri tidak memiliki nilai. Maka hal tersebut menurut Malik dan Syafi’I tidak dibolehkan.
c.       Menyewa Pekerja Dengan Upah Harian, Bulanan, Tahunan Atau Berdasarkan Jumlah Yang Dikerjakan[6]

D.  Keuntungan dan kerugian adanya sewa menyewa (ijarah)
a.  Keuntungan adanya sewa menyewa :
1.      Adanya sewa-menyewa bisa membantu orang mengambil manfaat dari yang disewakan tersebut.
2.      Membantu orang yang tidak mampu membeli barang, jadi dengan adanya sewa ini orang tersebut bisa menyewa barang itu.
3.        Penyewa tidak dibebani biaya-biaya yang diperlukan kepada pemiliknya untuk menyerahkan barang jika barang tersebut rusak.
b.    Kerugian dalam sewa menyewa :
1.         Bila barang rusak maka yang menanggung resiko adalah pemilik barang
2.         Resiko yang ditanggung tak sebanding dengan harga sewa.
3.         Ajir musytarok terikat pada waktu yang telah dijanjikan namun bila waktu tersebut tidak dipenuhi maka penyewa mengalami kerugian.

E.   Upah Kerja  dalam Sewa Menyewa
a.  Hak menerima upah bagi mu’tajir adalah ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda:
أعطواالأجيرأجرهقبلانيجفعرقه                                                                                                 
“Berikanlah upah sebelum keringat pekerja itu kering”.
b. Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad sewa, kecuali bila dalam akad ditentukan lain, manfaat barang yang diijarahkan mengalir selama penyewaan berlangsung.

F.   Batalnya sewa menyewa (ijarah) :
Batalnya sewa menyewa karena :
1.      Telah habis masanya
2.      Barang / sesuatu yang disewa rusak sendiri, misalnya rumah roboh sebelum masa sewa habis, tukang pembuat pintu mogok untuk menyelesaikan pekerjaannya
3.      Barang yang disewakan bukan hak pemberi sewa yang sah
4.      Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa
5.      Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan
6.      Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, Yang dimaksud dalam hal ini adalah tujuan perjanjian sewa menyewa telah tercapai, atau masa perjanjian sewa menyewa telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
7.      Adanya uzur (adanya suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat terlaksana sebagaimana mestinya).

G.  Hikmah sewa menyewa
Hikmah dalam persewaan adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan dan perselisihan tidak boleh menyewakan suatu barang yang tidak ada kejelasan manfaatnya yaitu sebatas perkiraan dan terkaan belaka dan  barangkali tanpa diduga barang tersebut tidak dapat memberikan faedah apap

  
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sewa menyewa dalam bahasa arab diistilahkan dengan Al-ijarah. Menurut pengertian hukum islam, sewa menyewa diartikan sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Syarat-syarat ijarah adalah :
1.      Yang menyewakan dan yang menyewa sudah baligh, berakal sehat
2.      Barang yang disewakan itu mempunyai faedah yang berharga
3.      Harga sewanya dan keadaannya jelas
4.      Yang menyewakan adalah pemilik barang sewa
5.      Ada kerelaan kedua belah pihak
            Rukun-rukun ijarah :
1.Mu’jir dan mu’tajir
2. Ujrah ( upah / harga sewa ),
Tujuan ijarah adalah untuk mengambil manfaat dari apa yang disewa tersebut dengan maksud tertentu dan mubah setelah disewa maka akan memberi pengganti kepada yang menyewakan
Macam-macam sewa-menyewa :
1.      Sewa barang
2.      Sewa menyewa binatang
3.       Menyewa Pekerja Dengan Upah Harian, Bulanan, Tahunan Atau Berdasarkan Jumlah Yang Dikerjakan
Hikmah dalam persewaan adalah untuk mencegah terjadinya permusuhan dan perselisihan tidak boleh menyewakan suatu barang yang tidak ada kejelasan manfaatnya.


DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid, Fiqh al-sunnah, Jilid III (Beirut: Dar al-Fikr, 1983)
Hendi suhendi, Fiqih muamalah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002
Wahbah al Zuhayly, Al Fiqh al Islami Wa’adillatuhu, Daar al Fikri, Damsyik, 1989







[1] Sabiq, Sayyid, Fiqh al-sunnah, Jilid III (Beirut: Dar al-Fikr, 1983). Hal 88
[2] Hendi suhendi, Fiqih muamalah. (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002)

[3] Ibid, hal 92
[4] Ibid hal 92
[5] Wahbah al Zuhayly, Al Fiqh al Islami Wa’adillatuhu, (Daar al Fikri, Damsyik, 1989) hal 102
[6] Wahbah al Zuhayly, Al Fiqh al Islami Wa’adillatuhu, (Daar al Fikri, Damsyik, 1989) hal 101

0 komentar:

Post a Comment

Search

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter