MAKALAH
TEKNIK PENANGANAN RISIKO
Disusun untuk
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Manajemen Risiko
Dosen Pengampu : Supriyono,
S.Pd.I, MM.
Disusun
Oleh :
M. Rafif Adhitya Putra 1320310114
Qoniatul Ummah 1320310128
Nikmatul Azizah 1320310140
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARIAH
DAN EKONOMI ISLAM
MANAJEMEN BISNIS
SYARIAH
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kematian seorang manusia tidak bisa
di prediksi atau diketahui oleh manusia, terkecuali Allah SWT lah yang lebih
tahu kapan, di mana, siapa, mengapa, bagaimana, Dia akan mengambil nyawa
manusia sesuai kehendak-Nya. Kematian manusia dan risiko ada persamaan dan
perbedaan. Persamaannya adalah sebuah risiko yang juga tidak diketahui kapan,
di mana, siapa, bagaimana, mengapa risiko itu terjadi.
Namun, ada perbedaannya yakni risiko
dapat prediksi, ditanggulangi, diatasi, dengan berbagai metode dan teknik
manajemen risiko, sedangkan kematian manusia adalah hanya Allah SWT yang lebih
tahu. Dengan adanya teknik menangani risiko dapat memudah manajer dalam
memprediksi kemungkinan risiko yang akan terjadi di dalam peusahaan, sehingga
tidak menimbulkan polemik berkepanjangan yang bisa menimbulkan kekacauan di
dalam perusahaan dalam usaha mencapai tujuan dan keuntungan yang diharapkan.
Dalam makalah ini, penulis akan
memaparkan lebih jelas mengenai teknik penanganan risiko di dalam perusahaan
dengan metode kuantitatif.
B.
Rumusan Masalah
Dari pemaparan rumusan masalah diatas, penulis dapat membuat
rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Apa saja teknik
penanganan risiko di dalam perusahaan?
2.
Bagaimana cara
penanganan risiko di dalam perusahaan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan
Kualitatif
Metode analisis kualitatif (qualitative analysis method),
yaitu metode analisis risiko yang menggunakan tabulasi berdasarkan
penilaian deskriptif (tinggi, sedang atau rendah). Berikut ini beberapa teknik
penanganan risiko dalam metode kualitatif.
Pendekatan Dua Langkah
Sesudah manajer risiko mengidentifikasikan dan
mengukur kerugian potensial, maka ia harus menyiapkan suatu daftar penutupan
asuransi yang dirasa paling jitu menutup kerugian ini. Penutupan dalam daftar
itu dibagi dalam 3 golongan utama atas dasar keparahan kerugian yang
ditutupnya. Kemudian manajer risiko meninjau kembali kontrak asuransi dalam
setiap golongan untuk menetapkan yang mana diantara kerugian-kerugian ini yang
mungkin lebih memuaskan ditangani dengan cara-cara lain dari asuransi.[1]
Pendaftaran Sementara
Dalam langkah pertama, manajer risiko harus menetapkan
: pertama, kombinasi penutupan asuransi yang dapat memberikan perlindungan
terbaik terhadap risiko yang dihadapi perusahaan yang bersangkutan. Untuk
penetapan ini pihak manajer risiko harus mengerti kontrak asuransi dan
penetapan harga asuransi. Tujuannya adalahuntuk mengadakan perlindungan yang
paling lengkap dengan biaya yang paling murah. Oleh karena itu tidak semua
risiko bias diasuransikan maka dengan membuat daftar ini, manajer risiko akan
lebih waspada bahwa risiko seperti ini harus segera ditangani dengan cara
lain bukan dengan asuransi.
Sesudah manajer risiko menetapkan kombinasi penutupan
yang terbaik dan limit kebijaksanaan, maka ia membagi kontrak asuransi kedalam
3 golongan yaitu:
1.
Penutupan yang esensial (penutupan yang
diwajibkan oleh undang-undang)
2.
Penutupan yang diinginkan
3.
Penutupan yang tersedia.
Membuat Daftar Yang Telah Diperbaiki
Setalah daftar sementara itu lengkap, mnajer risiko
lalu meninjau kontrak-kontrak dalam asing-masing golongan untuk menetapkan yang
mana diantara kerugian ini yang mungkin bisa ditangani lebih memuaskan dengan
cara-cara lain. Sebagai contoh kontrak-kontrak yang keluar dari golongan yang
esensial mungkin meliputi perlindungan terhadap:
1.
Kerugian yang bisa dipindahkan kepada pihak lain
(bukan pihak asuransi) dengan biaya yang lebih murah dari premi asuransi.
2.
Kerugian yang bisa dicegah atau dikurangi sedemikian
rupa sehingga tidak lagi merupakan kerugian yang parah.
3.
Kerugian yang terjadi demikian seringnya sehingga
kerugian itu dapat diperkirakan dengan seksama. Dalam hal ini asuransi mandiri
lebih menarik karena menghemat pengeluaran.[2]
B.
Pendekatan Kuantitatif
Metode analisis kuantitatif (quantitative analysis method),
yaitu metode analisis risiko yang menggunakan angka numerik untuk
menyatakan dampak dan probabilitas.
Pemilihan metode yang akan dipakai
untuk menangani risiko berdasarkan pendekatan ini dimulai dengan membuat sebuah
tabel matrik "kerugian yang mungkin" yang memperlihatkan berbagai
kemungkinan atau biaya yang harus dikeluarkan bagi setiap keputusan yang
mungkin, dan bagi outcome yang mungkin. Kemudian harus dijelaskan secara
persis atau sama tujuan yang hendak dicapai oleh pengambil keputusan yang
bersangkutan.
Penerapan
pendekatan ini sedikit terbatas, disebabkan oleh beberapa hambatan sebagai
berikut:
1.
Data yang
diperlukan tidak ada atau tidak mencukupi
2.
Kemungkinan
kurangnya pengalaman penggunaan cara ini.[3]
Walaupun
adanya keterbatasan tersebut, pendekatan ini sangat bermanfaat dalam menetapkan
sesuatu keputusan manajemen yang penting.
Matrik Kerugian
Untuk
menggambarkan konsep kerugian matrik kerugian anggaplah bahwa sebuah gedung
yang dimilki oleh suatu perusahaan dihadapkan pada suatu kerugian karena
kebakaran dan yang akan terjadi adalah kerugian total atau sama sekali tidak
ada kerugian. Selanjutnya anggaplah bahawa manajer risiko harus memutuskan
antara 3 perangkat tindakan yaitu :
1.
Untuk
menanggung risiko.
2.
Untuk
menanggung risiko serta menambah beberapa usaha pengamanan sehingga mengurangi
kans suatu kebakaran.
3.
Untuk membeli
perlindungan asuransi.
Matrik
kerugian di bawah ini memperlihatkan kerugian bagi setiap keputusan dari ketiga
kemungkinan tindakan dalam contoh ini, Kerugian-kerugian itu jatuh ke dalam dua
kategori :
1.
Kerugian secara
kebetulan yang akan terjadi hanya jika ada suatu kebakaran.
2.
Biaya yang akan
timbul baik ada kebakaran maupun tidak ada kebakaran.
Kerugian
secara kebetulan (accidental losses) ini dapat dibagi lagi ke dalam:
1.
Yang dapat
diasuransikan.
2.
Yang tidak
dapat diasuransikan.[4]
Sebagai
contoh, dianggap bahwa kontrak asuransi yang dipertimbangkan ini merupakan
paket yang luas yang melindungi perusahaan yang bersangkutan terhadap sebagian
besar kerugian kebetulan, seperti biaya mengganti bangunan, penggunaan gedung
yang bersangkutan, biaya memindahkan puing-puing dan tanggung jawab terhadap
orang lain, seandainya manajer memutuskan untuk menanggung sendiri risiko
seperti itu, yang diperkirakan meliputi total Rp. 200.000.000.-
Jika
perusahaan yang bersangkutan menanggung sendiri risiko dan jika nanti suatu
kebakaran terjadi, maka perusahaan itu juga akan menderita kerugian kebetulan,
kerugian ini tidak akan ada bila perusahaan itu membeli asuransi. Kerugian
ekstra ini merupakan salah satu jenis “kerugian kebetulan yang tidak
diasuransikan”. Jenis lain kerugian yang tak diasuransikan merupakan
kerugian-kerugian yang terjadi baik perusahaan yang bersangkutan menanggung
sendiri risiko maupun membeli asuransi. Hanya jenis yang pertama sajalah yang
dianggap akan terjadi dalam contoh ini dan terbatas pada pertambahan biaya
kredit. Pertambahan biaya kredit ini disebabkan oleh tekanan lembaga pemberi
pinjaman, bila perusahaan ini akan menanggung kerugian kebakaran sebesar Rp.
200.000.000,-. Biaya tambahan kredit ini diperkirakan akan menjadi Rp.
12.000.000,-.
Untuk
menyederhanakan penyajian konstruksi matrik kerugian ini, cadangan tidak
diadakan karena dalam suatu program penanggungan sendiri sebagian kerugian dan
biaya tidak akan timbul dengan segera. Kegagalan untuk mengetahui adanya oppurtunity
cost dari pada asuransi, maka terlihat bahwa pembelian asuransi lebih
menguntungkan. Untuk memperbaiki kekurangan tersebut, disarankan manajer risiko
menggunakan nilai sekarang yang diharapkan baik untuk kerugian maupun untuk
biaya.
Akan
tetapi hal itu mengaggap bahwa manajer risiko tidak menilai jasa-jasa seperti
asuransi, jika perusahaan memikul risiko yang bersangkutan, tetapi tidak
terjadi kebakaran. Maka perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian sama
sekali.
Jika
perusahaan tersebut memilih memikul risiko ditambah dengan pealatan pengamanan
yang baru, dan jika memang terjadi kebakaran, maka pengaruh atas kerugian
kebetulan yang dapat diasuransikan maupun yang tidak dapat diasuransikan
tersebut tergantung sifat tindakan pengamanan tersebut. Dalam contoh ini
dianggap yang akan dikurangi hanya probabilitas kebakaran, bukan keparahannya.
Akibat kerugian kebetulan yang dapat diasuransikan maupun yang tidak dapat
diasuransikan tersebut dalam matrik terlihat sama besarnya, tetapi yang
membedakannya yaitu biaya-biaya yang timbul dari tambahan pengamanan
dianggap Rp. 6000.000,- per tahun.
Jika
usaha pengamanan dilakukan namun tidak terjadi kebakaran, maka kerugian yang
timbul hanya berupa biaya usaha pengamanan itu.
Namun
jika perusahaan membeli asuransi dan ternyata kemudian terjadi kebakaran, maka
premi sejumlah Rp. 10.000.000,- disubtitusikan bagi kerugian yang dapat
diasuransikan dan dapat dikendalikan itu. Biasanya sebagian kerugian kebetulan
yang tidak dapat diasuransikan, sepperti berkurangnya kenyamanan atau kerugian
penggunaan harta milik pribadi, akan tetap ada. Dalam contoh ini kerugian
kebetulan yang tidak dapat diasuransikan yang diketahui hanya pertambahan biaya
kredit yang tidak akan terjadi bila perusahaan yang bersangkutan membeli
asuransi. Karena itu kerugian hanya berupa premi asuransi sebesar Rp.
10.000.000,-.
Jika
asuransi dibeli dan tidak ada kebakaran terjadi, maka kerugian berupa premi
asuransi Rp. 10.000.000,-.[5]
Keputusan
|
Outcome
|
|||
Kebakaran
|
Tidak Ada Kebakaran
|
|||
Menanggung
Risiko
|
Kerugian
yang dapat diasuransiakan
Kerugian
kebetulan yang tidak dapat diasuransikan
|
Rp.
200.000.000,-
Rp.
12.000.000,-
|
-
-
|
Rp.
0,-
|
Menanggung
risiko dan menambah peralatan pengamanan
|
Kerugian
yang diasuransikan.
Kerugian
yang tidak dapat diasuransikan.
Biaya
peralatan pengamanan.
|
Rp.
200.000.000,-
Rp. 12.000.000,-
Rp. 6.000.000,-
Rp.
218.000.000,-
|
-
-
Biaya
peralatan pengamanan
|
Rp.
6.000.000,-
Rp.
6.000.000,-
|
Membeli
asuransi
|
Premi
asuransi per tahun
|
Rp. 10.000.000,-
|
Premi
asuransi
|
Rp.
10.000.000,-
|
Tabel.1.1
Pengaruh pajak
terhadap Keputusan
Sampai pada titik ini, uraian-uraian
mengabaikan pengaruh pajak. Rumusnya adalah hasil pertambahan dari
hasil Kerugian dikalikan dengan tarif pajak (%) dengan hasil biaya kredit yang
dikalikan dengan tariff pajak (%) juga.
Pada contoh berikutnya dimisalkan tarif pajak
rata-rata 50% x Rp. 200.000.000.- sesudah pajak akan menjadi 50% x Rp.
200.000.000.- = Rp. 100.000.000.-, biaya kredit akan menjadi 50% x Rp.
12.000.000.- = Rp. 6.000.000.-. maka total kerugian sesudah pajak adalah Rp.
106.000.000.-
Keputusan
|
Outcome
|
||
|
Kebakaran
|
Tidak
Terjadi Kebaran
|
|
Memikul
risiko
|
Kerugian
yang dapat diasuransikan.
Kerugian
kebetulan yang tidak dapat diasuransikan.
|
Rp.
100.000.000,-
Rp. 6.000.000,-
Rp.
106.000.000,-
|
-
-
-
|
Memikul
risiko dengan menambah usaha pengamanan
|
Kerugian
yang diasuransikan.
Kerugian
yang tidak dapat diasuransikan.
Biaya
usaha pengamanan.
|
Rp.
100.000.000,-
Rp. 6.000.000,-
Rp. 3.000.000,-
Rp.
109.000.000,-
|
-
Rp. 3.000.000,-
Rp. 3.000.000,-
|
Membeli
asuransi
|
Premi
asuransi.
|
Rp. 5.000.000,-
|
Rp. 5.000.000,-
|
Tabel.1.2[6]
Peninjauan
Metode Kecemasan
Dengan
metode kecemasan, manajer risiko memilih keputusan yang dalam jangka waktu lama
(long run) yang kan menghasilkan kerugian rata-rata per tahun yang
paling rendah. Termasuk di dalam kerugian tersebut adalah suatu nilai yang
dibebankan untuk menanggung kecemasan sebab dengan fluktuasi kerugian lebih
dari tahun ke tahun.
Nilai
ini sangat subyektif, tetapi bila kerugian-kerugian tersebut diharapkan akan
menjadi tinggi dalam suatu tahun tertentu, bisa menyebabkan maslah-maslah
keuangan yang besar bagi perusahaan tersebut.[7]
Pengaruh
Kecemasan dalam Menetapkan Keputusan
Kecemasan
tentang kemungkinan terjadinya kerugian, sebelumnya tidak diperhitungkan
sebagai biaya. Memang sangat sukar sekali menterjemahkannya ke dalam nilai
sejumlah uang tertentu, akan tetapi mengabaikan biaya ini akan menjurus kepada
keputusan yang kurang tepat. Nilai kecemasan tentu saja merupakan faktor yang
sangat subyektif. Nilai tergantung atas distribusi probabilitas dari pada :
1.
Ketidakpastian
tentang apa yang akan terjadi menurut perasaan pribadi manajer risiko yang
bersangkutan.
2.
Risiko-risiko
lain yang dihadapi perusahaan yang bersangkutan.
3.
Tujuan
manajemen risiko perusahaan yang bersangkutan.
Tujuan manajemen risiko akan
mempengaruhi faktor kecemasan tersebut sebab :
1.
Tujuan
manajemen risiko menentukan seberapa besar pentingnya kecemasan itu seharusnya
ditempatkan pada kerugian potensial.
2.
Tujuan
manajemen risiko mencerminkan sikap perusahaan yang bersangkutan terhadap
risiko.
Kuatnya
keinginan untuk mencapai kedamaian pikiran, atau bebas dari rasa cemas
mencerminkan sikap sesuatu perusahaan terhadap risiko.
Contoh
kecemasan yang timbul karena keputusan menanggung sendiri risiko, misalnya
dinilai Rp. 4.000.000.-, kerugian potensial adalah Rp. 106.000.000.-. karna
nilai kecemasan tersebut sama, baik pada Outcome kebakaran maupun pada outcome
tidak terjadi kebakaran, maka Rp. 4.000.000.- mesti ditambahkan pada kedua
outcome kebakaran dan tidak ada kebakaran. Kerugian total, termasuk nilai
kecemasan.
Pada
keputusan (2), nilai kecemasan berkurang menjadi Rp. 3.000.000.-, karena dengan
anggapan kecemasan berkurang karena adanya tambahan pengamanan.
Akhirnya
karena kerugian per tahun tidak berubah pada keputusan (3), maka nilai
kecemasan pada keputusan membeli asuransi adalah nol. Karena itu nilai kerugian
bagi keputusan membeli asuransi adalah sama dalam tabel 1.2 dan tabel 1.3.[8]
Keputusan
|
Outcome
|
||
Kebakaran
|
Tidak Terjadi
Kebakaran
|
||
Menaggung
risiko
|
Kerugian
yang dapat diasuransikan.
Kerugian
kebetulan yang tidak dapat diasuransikan.
Kecemasan
|
Rp.
100.000.000.-
Rp. 6.000.000.-
Rp. 4.000.000.-
Rp.
110.000.000.-
|
-
-
Rp. 4.000.000.-
Rp. 4.000.000.-
|
Menanggung
risiko usaha baru pengamanan
|
Kerugian
yang tak dapat diasuransikan.
Kerugian
kebetulan yang tak dapat diasuransikan.
Kecemasan.
Biaya
ekstra keamanan.
|
Rp.
100.000.000.-
Rp. 6.000.000.-
Rp. 3.000.000,-
Rp. 3.000.000,-
Rp.
112.000.000,-
|
-
Rp. 3.000.000,-
Rp. 3.000.000,-
Rp. 6.000.000,-
|
Membeli
asuransi
|
Premi
asuransi
|
Rp. 5.000.000,-
|
Rp. 5.000.000,-
|
Tabel.1.3
Obyektif dan
Aturan Pengambilan Keputusan
Tidak
mungkin untuk mempertimbangkan masing-masing obyektif yang mungkin yang akan
dicapai manajer risiko dalam kasus ini, meskipun demikian beberapa obyektif
yang umum kiranya sudah mencukupi untuk dibahas. Obyektif itu akan dibagi ke
dalam kategori utama:
1.
Obyektif yang
menganggap manejer risiko tidak dapat memperkirakan probablitas kerugian
kebakaran.
2.
Obyektif yang
menganggap manejer risik dapat memperkirakan probablitas kerugian tersebut.
1.
Jika
probabilitas tidak dapat diperkirakan
Ada
dua obyektif yang akan dipertimbangkan yang termasuk kedalam kategori ini. Meminimumkan
kerugian potensial yang maksimum selama periode yang bersangkutan (Minimax)
Manejer
risiko dengan obyektif mengambil keputusan untuk melindungi perusahaan terhadap
kerugian yang paling buruk yang mungkin terjadi yaitu dengan membeli asuransi. Meminimumkan
kerugian potensial yang minimum selama periode yang bersangkutan (Minimin)
Dengan
obyektif manejer risiko menginginkan kerugian yang paling rendah yang mungkin
terjadi tanpa memilih outcomenya. Kerugian paling kecil terjadi pada outcome
“tidak terjadi kebakaran” dan terlihat bahwa kerugian paling kecil itu adalah
pada keputusan No. 1 yaitu menanggung sendiri risiko, maka manejer cendrung
tidak membeli asuransi.
2.
Probabilitas
dapat diperkirakan
Tujuan
yang bersifat minimax dan minmin sebetulnya faedahnya hanya sedikit bagi
manejer risiko. Dengan menganut obyektif tersebut, manejer yang minimixer
cendrung memacu pada pembelian asuransi, sementara yang miniminer cendrung tidak
membeli asuransi. Mereka telah mengabaikan informasi tentang distribusi
probabilitas dari pada outcome.
Jika
kita misalkan manejer risiko memperkirakan kans kerugian adalah 3/100 tanpa
sesuatu tambahan pengamanan dan kans 1/100 dengan pengusulan tambahan usaha
pengamanan yang baru. Dengan tambahan informasi baru ini, maka timbul pula
tambahan dua obyektif sebagai berikut:
a.
Meminimumkan kerugian
yang berkenaan dengan out-come yang paling mungkin
Meskipun
tidak terlalu berfaedah, obyektif ini memberi perigatan karena sebagian orang
mungkin mempertimbangkannya layak. Jika manejer risiko percaya bahwa kebakaran
“lebih mungkin” dari tidak terjadi kebakaran maka mereka seharusnya membeli
asuransi, namun di kehidupan nyata masih ada yang menentang asuransi sebab
dalam kasus seperti ini kemungkinan kerugian lebih kebanyakan yang
diasuransikan, kurang dari setengah, namun konsekuensinya bisa drastis jika
kerugian terjadi.
b.
Meminimumkan
kerugian-harapan selama periode kebijaksanaan itu.
Manajer risiko
yang meminimumkan kerugian harapan dalam jangka waktu yang panjang akan
mempunyai kerugian rata-rata yang terkecil.[9]
Dalam
kasus, kerugian harapan untuk masing-masing keputusan adalah sebagai berikut:
1.
Menanggung
risiko
3/100
(Rp. 110.000.-) + 97/100 (Rp. 4.000.-) = Rp. 7.180.-
2.
Menanggung
risiko plus tambahan pengamanan
1/100
(Rp. 110.000.-) + 97/100 (Rp. 4.000.-) = Rp. 7.180.-
3.
Membeli
asuransi
3/100 (Rp.
5.000.-) + 99/100 (Rp. 5.000.-) = Rp. 5.000.-
Dalam
situasi ini manejer risiko sebaiknya membeli asuransi, karena keputusan ini
dalam jangka waktu yang lama akan menghasilkan kerugian harapan yang paling
rendah, hanya jika ia memperkirakan ditribusi probabilitas dan nilai kecemasan
secara tepat.
Mengapa
Seseorang membeli Asuransi
Sebagaimana
sudah dijelaskan dalam menetapkan premi, pihak asuransi akan membebankan biaya
yang bersifat prospektif. Pertama, penanggung menghitung kerugian harapan
rata-rata dialami pihak tertanggung yang kualitas dan kuantitasnya sama. Kepada
perkiraan kerugian yang diharapkan itu penanggung menambah sejumlah beban untuk
biaya operasi, laba dan cadangan. Karena itu sebelum seseorang membeli
asuransi, mereka harus memahami, bahwa mereka akan membayar jumlah premi yang
lebih besar dari jumlah kerugian potensial yang mereka alami. Kenapa mereka mau
membeli perlindungan asuransi walau mereka tahu biayanya lebih mahal.
Faktor
yang mendorong orang membeli asuransi :
1.
Ingin membuang
kecemasan akibat fluktuasi dalam kerugian kebetulan.
2.
Menanggung
sendiri kerugian kebetulan yang dapat diasuransikan mungkin akan menimbulkan
kerugian kebetulan yang tak dapat diasuransikan.
3.
Mungkin faktor
pajak menyebabkan membeli asuransi lebih menguntungkan
4.
Perkiraan
kerugian yang dihitung sendiri lebih besar dari perkiraan pihak asuransi.
5.
Nilai service
yang disediakan pihak asuransi, seperti inspeksi keselamatan, penyesuaian
kerugian dan sebagainya.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Metode analisis kualitatif (qualitative analysis method),
yaitu metode analisis risiko yang menggunakan tabulasi berdasarkan penilaian
deskriptif (tinggi, sedang atau rendah). Berikut ini beberapa teknik penanganan
risiko dalam metode kualitatif.
1.
Pendekatan dua langkah
2.
Pendaftaran sementara
3.
Membuat daftar yang telah diperbaiki.
Metode analisis kuantitatif (quantitative analysis method),
yaitu metode analisis risiko yang menggunakan angka numerik untuk
menyatakan dampak dan probabilitas. Berikut ini beberapa teknik penanganan
risiko dalam metode kuantitatif.
1.
Matrik kerugian
2.
Metode kecemasan
B.
Penutup
Demikianlah makalah yang dapat penulis susun, semoga
dapat menambah wawasan khazanah keilmuan bagi kita. Penulis sadar makalah yang
ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat kami nantikan demi perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawi, Herman, 2006, Manajemen risiko, Jakarta: Bumi
Aksara.
0 komentar:
Post a Comment