MAKALAH
UMAR BIN KHATTAB
Disusun Oleh:
Dian Prasetyo 1320310118
Dian Prasetyo 1320310118
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN SYARIAH / MBS
TAHUN 2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh
siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang
kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah
yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum
muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang
benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan
yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka pemerintah Islam dipegang secara
bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin affan, dan Ali ibn Abi
Thalib.
Khulafaurrasidin
adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai
institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut. Dalam Islam
kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti Nabi tidak
memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk menentukan sebuah hukum
baru, namun mereka termasuk pelaksana hukum.
Pada makalah ini ditekankan pada
pembahasan kilafah pada masa Umar bin Khattab yang dimulai sejak pengangkatanya
sampai kontribusi-kontribusi yang telah diberikanya untuk islam dan masyarakat.
1.2.Rumusan Masalah
Secara garis besar pembuatan makalah
kami ini akan membahas tentang:
1. Mengurai/menguak kembali tentang
sejarah peradaban pada masa Umar Bin
Khattab.
2. Proses-proses kebijakan pada
kepemimpinan Umar bin Khattab.
3. Kontribusi-kontribusi Umar bin
Khattab yang disumbangkan pada islam dan masyarakat.
1.3.Tujuan
- Mengetahui sejarah tentang peradaban pada masa Umar Bin Khattab.
- Mengetahui kebijakan- kebijakan pada kepemimpinan Umar
bin Khattab.
- Mengetahui kontribusi Umar bin Khattab yang disumbangkan pada
islam dan masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Masa Khalifah Umar
bin Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M)
2.1.1
Masa Awal Pemerintahan Umar bin Khattab
Sebelum
Khalifah Abu Bakar wafat, beliau telah menunjuk Umar sebagai pengganti
posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan
sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin Ubaidillah. Masa
pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari
tahun 13 H/634M sampai tahun 23H/644M.
Umar
bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin
Khattab (581 - November 644) (bahasa Arab:عمر ابن الخطاب) adalah salah seorang
sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar
juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai
Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin). Beliau
dilahirkan
12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya
bernama Khatmah.
Umar
dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy,
suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al
Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang
diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan
antara kebenaran dan kebatilan.
Pada
hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat. Beliau ditikam
ketika sedang melakukan shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu
Lu’luah (al Fairus dari Persia), budak milik al Mughirah bin Syu’bah diduga ia
mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di samping
Rasulullah dan Abu Bakar, beliau wafat dalam usia 63 tahun.
2.1.2.
Ahlu Al Halli Wal ‘Aqdi
Secara
etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan
pemberi fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang
duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum
cerdik pandai (cendekiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih
atas mereka. Dinamakan ahlul hall wal aqdi untuk menekankan
wewenang mereka guna menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan tentangnya
merupakan deskripsi umum saja, karena dalam pemerintahan Islam, badan ini belum
dapat dilaksanakan (Rahman, 1994 :194).
Anggota
dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama, mereka yang telah
mengabdi dalam Dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8 sampai dengan
10 tahun. kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan
wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Quran (Al Maududi,
1995:261).
Dalam masa pemerintahannya, Umar
telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul hall wal
aqdi, di antaranya adalah:
1. Majelis Syura (Dewan Penasihat), ada tiga bentuk :
§ Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri
dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman
bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.
§ Dewan Penasihat Umum, terdiri dari
banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas
membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
§ Dewan antara Penasihat Tinggi dan
Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya
membahas masalah-masalah khusus.
2. Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya
adalah Abdullah bin Arqam.
3. Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur
masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi,ghanimah, jizyah, fai’ dan
lain-lain.
4. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan
untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul
jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
5. Departemen Kepolisian dan Penjaga
yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
6. Departemen Pendidikan dan lain-lain
(Ali Khan, 1978:122-123). Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah
terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum
terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas
badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar
senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya (Hasjmy , 1995:61-69).
2.1.3.
Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik
Periode
kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam dalam segala
zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan
segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang
pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia
adalah pendiri sesungguhnya dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan
hukum-hukum Ilahiyah(syariat) sebagai code (kitab
undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak heran jika
ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri daulah islamiyah (tanpa
mengabaikan jasa-jasa Khalifah sebelumnya).
Banyak
metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh
mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum Muslim. Di situlah letak kekuatan
politik terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum Muslim mendapatkan gaji dari hasil
rampasan sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk
Diwanul Jund (Majid, 1978:86). Sedangkan untuk pegawai biasa, di
samping menerima gaji tetap (rawatib), juga menerima
tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar
menggajinya sebesar 200 dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan
untuk Imar bin Yasar, diberi 60 dinar disamping tunjangan (al-jizyaat) karena
hanya sebagai kepala daerah (al-amil).
Dalam
rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang
oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur (oramg
Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di
antaranya adalah :
1. Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur
Syiria, dengan ibukota Damaskus.
2. Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur
Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.
3. Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran,
dengan ibu kota Basrah.
4. Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak,
dengan ibu kota Kufah.
5. Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan
ibu kota Fustat.
6. Alqamah bin Majaz, Gubernur
Palestina, dengan ibu kotai Jerussalem.
7. Umair bin Said, Gubernur jazirah
Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.
8. Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria
Utara dan Asia Kecil.
9. Khalifah sebagai penguasa pusat di
Madinah (Suaib, 1979:185)..
Tentang ghanimah,
harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah mendapat keme-nangan, dibagi
sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah dipisahkan dari assalb, ghanimah dimasukkan
ke baitul maal. Bahkan ketika itu, peran diwanul jund,
sangat berarti dalam mengelola harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi yang
membagi menurut ijtihad beliau.
Khalifah
Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki
dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan
dirubah. Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa
kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan
berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam
tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak
tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-bagian
zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al-muallafatu
qulubuhum).
Di
samping itu, Umar juga mengadakan “Dinas Malam” yang nantinya mengilhami
dibentuknya as-syurthahpada masa kekhalifahan Ali. Disamping
itu Nidzamul Qadhi (departemen kehakiman) telah dibentuk,
dengan hakim yang sangat terkenal yaitu Ali bin Abu Thalib. Dalam masyarakat,
yang sebelumnya terdapat penggolongan masyarakat berdasarkan kasta, setelah
Islam datang, tidak ada lagi istilah kasta tersebut(thabaqatus sya’by). Kedudukan
wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek kehidupan. Istana dan makanan
Khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan minoritas (Yahudi-
Nasrani), diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak ada
perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak
pada masa Umar.
Mengenai
ilmu keislaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan ke
kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada
muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang,
dimana penduduk Arab, terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang
dalam masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena
yang biasa.
Di
samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah madaniyah), bangunan
agama(imarah diniyah), ataupun bangunan militer (imarah harbiyah), mengalami
kemajuan yang cukup pesat pula.
Kota-kota gudang ilmu, di antaranya
adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan menjadi idola ulama dalam
menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan.
Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu
Islam menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Al ulumul islamiyah atau al adabul
islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al
ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan (lughat), fikih,
dan sejarah (tarikh).
2. Al adabul arabiyah atau al adabul
jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika)
yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa
permulaan Islam.
3. Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran,
tehnik, falak, dan filsafat.
Pada saat itu, para ulama
berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan karena:
§ Mereka mengalami kesulitan memahami
Al Qur’an
§ Sering terjadi perkosaan terhadap
hukum.
§ Dibutuhkan dalam istimbath (pengambilan)
hukum.
§ Kesukaran dalam membaca Al Qur’an.
Oleh
karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu
didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan.
Apabila ada orang menyebut, “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan Islam,
berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.
Dalam
masaklah peradilan Umar bin Khattamb melimpahkan wewenang kepada haikm daerah
yang ditunjukan melalui, surat yang Beliau kirim kepada Abu Musa Al-Asy’ari
(hakim Kufah) yang isinya mengandung pokok-pokok atau prinsip-prinsip
berperkara di persidangan dalam lingkungan peradilan. Isi surat tersebut
adalah:
§ Memutuskan perkara di pengadilan
adalah kewajiban yang harus dikokohkan dan sunah yang harus diikuti.
§ Sebelum sebuah perkara diputuskan,
ia harus dipahami terlebih dahulu agar (hakim) dapat bertindak adil.
Sesungguhnya berbicara keadilan tanpa ditegakkan, tidaklah bermanfaat.
§ Pihak-pihak yang berperkara harus
diperlakukan sama, baik dalam persidangan maupun dalam menetapkan keputusan,
sehingga pejabat tidak mengharap menang (karena ketidak adilan peradilan) dan
orang-orang lemah tidak putus asa dalam memperjuangkan keadilan.
§ Alat bukti dibebankan kepada
penggugat, sedangkan sumpah dibebankan kepada pihak tergugat. Kelima, damai
–sebagai jalan keluar dari persengketaan- dibolehkan selama tidak menghalalkan
yang haram atau mengharamkan yang halal.
§ Berilah waktu kepada penggugat untuk
mengumpulkan alat-alat bukti; dan persengketaan diputuskan harus berdasarkan
alat-alat bukti.
§ Hakim harus berani mengakui kesalahan
apabila ternyata dalam keputusannya terdapat kekeliruan (prinsip peninjauan
kembali).
§ Kesaksian seorang muslim dapat
diterima kecuali muslim yang pernah memberikan kesaksian palsu, pernah dijatuhi
hukuman had, atau yang asal-usulnya diragukan. Kedelapan, seorang
hakim dibenarkan melakukan analogi (qiyas) dalam memutuskan perkara
apabila perkara yang hendak diselesaikan tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan
Al-Sunnah.
§ Dalam proses menyelesaikan dan
memutuskan perkara, hakim tidak boleh dalam keadaan marah, berpikiran kacau
(goyah), jemu, bersikap keras, dan hendaklah memutuskan perkara dilakukan
dengan ikhlas hati dan berharap pahala dari Allah SWT
Dalam
masa kekhalifahannya pula, Umar bin Khatab telah membuat masyarakat semakin
makmur. Umar memperlihatkan kegeniusan dalam mengatur administrasi sipil.
Setiap negeri dibagi menjadi propinsi-propinsi, pendataan tanah dan sensus
diadakan, kantor-kantor didirikan,angkatan kepolisian disusun, saluran-saluran
digali, kas negara dimulai. Kalender Hijriyah yang sangat membantu pencatatan
sejarah juga mulai dikenalkan.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Umar
bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah
yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Periode kekhalifahan Umar tidak
diragukan lagi merupakan “Abad Emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar
bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya,
terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi
seorang pemimpin pemerintahan yang professional.
Pada
masa pemerintahan beliau, banyak wilayah-wilayah yang telah ditaklukan Islam,
misalnya dikawasan barat, Islam berhasil menaklukan Damaskus, wilayah pantai
Syam, Mesir, Libya. Sedangkan dikawasan sebelah timur, Islam telah menaklukan
Madain, Jalawla’, Nahawand dan ke berbagai wilayah Persia. Selain itu juga
beliau berhasil dalam hal pemerintahan negara, ilmu keislaman, system
pertahanan dan lain sebagainya.
Gagasan
Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk menjadikan Umar
sebagai “Bapak Peradilan”. Khalifah Umar telah memerintah selama 10 tahun lebih
6 bulan, dan hari kematiannya sangat tragis, Abu Lu’luah secara tiba-tiba
menyerangnya dengan tikaman pisau tajam ke arah Umar yang sedang melaksanakan shalat
subuh.
3.2.Saran
Perlu
dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan tantangan.
Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan tanpa putus asa, penuh
kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya serta lebih
mempererat ukhuwah Islamiyyah, agar tercipta suatu tatanan masyarakat yang
aman, damai, sentosa dan sejahtera dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh.
DAFTAR PUSTAKA
§http://dedhymaesycoery.blogspot.com/2011/03/islam-pada-masa-abu-bakar-ash-siddiq.htmlzx=823f0bc892f5ba9d
§ http://gemene2010.wordpress.com/2011/06/07/propil-sdn-016-tampan/
§ http://www.masbied.com/2011/02/12/sejarah-khulafaur-rasyidin/#more-7625
§ http://www.dadangsadkar.com/agama/65-khalifah-umar-bin-khatab.html
§ http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-sahabat-nabi/umar-bin-khattab.html
§ http://istanailmu.com/2011/03/26/kepemimpinan-khulafaurrasyidin-umar-ibn-khattab/html
0 komentar:
Post a Comment