MAKALAH
THAREKAT
QODIRIYAH NAQSABANDIYAH
Disusun guna
memenuhi tugas
Mata kuliah: Tasawuf
Disusun oleh:
Dian Prasetyo 1320310118
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARIAH/PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH
TAHUN 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada saat
Rasulullah masih hidup beliau dan para sahabat serta tabi’in pada masanya masih
mengajarkan agama Islam secara murni. Ketika Rasullullah serta para sahabat
wafat ajaran dan amalan Islam yang asalnya murni tersebut berkembang dan
berubah serta dimantapkan. Seiring berjalannya waktu muncullah golongan sufi
yang mengamalkan amalan-amalan dengan tujuan kesucian jiwa untuk taqarrub kepada Allah. Para sufi
kemudian membedakan pengertian-pengertian syari’ah, thariqat, haqiqat, dan makrifat.
Pada
abad ke-5 Hijriyah atau 13 Masehi barulah muncul tarekat sebagai kelanjutan
kegiatan kaum sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan setiap silsilah tarekat
selalu dihubungkan dengan nama pendiri atau tokoh-tokoh sufi yang lahir pada
abad itu. Pelopor adanya tharekat adalah Abd al-Qadir al-Jailani yang juga
merupakan pendiri tarekat Qodiriyah. Sehingga muncullah beberapa tarekat yang
dihubungkan dengan nama pendiri tarekat tersebut, diantaranya tarekat
Naqsyabandiyah itu merupakan tharekat muktabarah
yang ada di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Tharekat?
2.
Apa tujuan Tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah?
3.
Apa dasar-dasar Tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah?
4.
Bagaimana Tharekat Qodiriyah
Naqsabandiyah di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tarekat
Tarekat menurut bahasa ialah Thariqah yang berarti jalan, keadaan, aliran,
atau garis pada sesuatu. Sedangkan menurut istilah tarekat adalah jalan yang
mengacu pada suatu sisten latihan meditasi maupun amalan-amalan (muraqabah,
dzikir, wirid, dan sebagainya) yang dihubungkan dengan sederet guru sufi.
Tarekat juga berarti organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khosh.
1.
Tarekat
Qadiriyah
Tarekat ini didirikan oleh Muhy Ad-Din Abd Al-Qadir al-Jailani (471 H/1078
M). Tarekat Qadiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syekh
Abdul Qadir Jailani. Nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir
bin Abi salih Zangi Dost Al-Jailani (470 H/1077M – 561 H/1166 M) . Tarekat
Qadiriyah berkembang dan berpusat di Irak dan siria kemudian diikuti oleh
jutaan umat muslim yang terbesar di Yaman, Turki, Mesir, india, Afrika, dan
Asia. Tarekat ini sudah berkembang sejak abad ke-13 M. Sekalipun demikian,
tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke-15 M. Di Mekah, tarekat
Qadiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.
Tarekat Qadiriyah dikenal luwes, yaitu apabila sudah mencapai derajat
Syekh, murid tidak mempunyai keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya.
Bahkan, dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya.
Hal tersebut tampak pada ungkapan Abdul Qadir jailani, “Bahwa murid yang sudah
mencapai derajat gurunya, dia menjadi mandiri sebagai Syekh dan Allah-lah yang
menjadi walinya untuk seterusnya.”
Karena keluwesan tersebut, terdapat puluhan tarekat yang masuk ke dalam kategori
Qadiriyah di dunia Islam, seperti Banawa yang berkembang pada abad
ke-19,ghawtsiyah (1517), junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan
lain-lain, semuanya dari India. Di Turki, terdapat tarekat hindiyah,
khulusyiyah, dll. Di yaman, ada tarekat ahdaliyah, asadiyah, musyariyah. Adapun
di afrika, diantaranya terdapat tarekat ammariyah, bakka’iyah, dan sebaginya.
2.
Tarekat
Naqsabandiyah
Tarekat ini didirikan oleh muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi
Al-Bukhari (w. 1389) di Turkistan.
Kata Naqsabandiyah / Naqsyabandi / Naqhbandi نَقْشَبَنْدِى berasal dari Bahasa Persia, diambil dari
nam pendirinya, yaitu Baha Uddin Naqshband Bukhari . Sebagian orang
menerjemahkan kata tersebut sebagai “pembuat gambar”, “pembuat hiasan”.
Sebagian lagi menerjemahkannya sebagai “Jalan Rantai” atau “Rantai Emas”.
Tarekat Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas
penyebarannya, dan terdapat banyak di wilayah Asia Muslim serta Turki.,
Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural.
Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke
daerah-daerah tetangga dunia muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya
mendapat dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamakan menurut
nama Syeh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alfi Tsani (Pembaru Milenium kedua). Pada
akhir abad ke-18 nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh
Asia selatan, wilayah Ustmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri yang
menonjol dari tarekat Naqsyabandiyah adalah diikutinya syariat secara ketat,
keseriusan dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, seta
lebih mengutamakan berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke
arah keterlibatan dalam politik (meskipun tidak konsisten).[1]
Dalam perkembangannya, tarekat ini menyebar ke anatolia (turki) kemudian
meluas ke India dan Indonesia dengan berbagai nama baru yang disesuaikan dengan
pendirinya di daerah tersebut, seperti tarekat Khalidiyah, Muradiyah,
Mujadidiyah, dan Ahsaniyah.
B.
Tujuan Tharekat
Qodiriyah Naqsabandiyah
Tujuan Tharekat
Qodiriyah Naqsabandiyah sama dengan tujuan Islam, yaitu menuntun manusia agar
mendapatkan ridha Allah, sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. Tujuan TQN
tergambar dalam mukadimah yang mesti
dibaca oleh setiap ikhwan manakala ia
akan melakukan dzikrullah. Kalimat
yang dimaksud adalah:
“Tuhanku,
Engkaulah yang aku maksud dan keridhaan-Mu yang aku cari. Beriah aku kemampuan
untuk bisa mencintai-Mu dan makrifat kepada-Mu.” [2]
Doa tersebut wajib dibaca oleh para ikhwan Tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah
setiap selesai sholat minimal dua kali sebagai mukadimah dan akhir pengalaman
dzikir. Dalam doa tersebut terkandung empat macam tujuan TQN, yaitu:
1.
Taqarub ilallah SWT.
Ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan dzikrullah yang mana dalam hal ini dapat
dikatakan tak ada sesuatupun yang menjadi tirai penghalang antara abid dengan ma’bud, antara khalik
dengan makhluk.
2.
Menuju jalan
mardhatillah
Ialah menujualan yang diridhai Alah SWT. Baik dalam ‘ubudiyyah maupun di luar ubudiyyah. Maka dalam segala gerak-gerik
manusia diharuskan mengikuti/menaati perintah-perintah
Tuhan dan menjauhi/meninggalkan larangan-larangan-Nya.
3.
Kemakrifatan (al-makrifat);
melihat Tuhan dengan mata hati.
4.
Kecintaan (mahabbah)
terhadap Allah “Dzat Laisa Kamislihi
Syaiun”, yang mana dalam mahabbah
itu mengandung keteguhan jiwa dan kejujuran hati.[3]
C.
Dasar-Dasar
Tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah
Adapun dasar-dasar TQN agar dapat
mencapai tujuan sebagaimana tertulis di atas, dijelaskan oleh Tuan Syekh
sendiri sebagai berikut:
Tinggi cita-cita.
Barang siapa yang tinggi cita-citanya maka menjadi tinggilah martabatnya.
1.
Memelihara kehormatan. Barang siapa memelihara kehormatan
Alla, Allah akan memelihara kehormatannya.
2.
Memperbaiki khidmat. Barang siapa memperbaii khidmat, ia
wajib meperoleh rahmat.
3.
Melaksanakan cita-cita. Barang siapa berusaha mencapai
cita-citanya, ia akan selalu memperoleh hidayah-Nya.
4.
Membesarkan nikmat. Barang siapa membesarkan nikmat Allah
berarti ia bersyukur kepada Allah SWT. Barang siapa bersyukur kepada Allah SWT,
maka ia akan mendapatkan tambahan nikmat sebagai yang dijanjikan Allah.[4]
D.
Tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah di
Indonesia
Tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah
di Indonesia bukan hanya penggabungan
dari dua tharekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama. Tharekat ini lebih
merupakan sebuah tharekat yang baru dan berdiri sendiri, yang di dalamnya
terdapat unsur-unsur pilihan dari Qodiriyah dan juga Naqsabandiyah kemudian
telah dipadukan menjadi sesuatu yang baru.
Tharekat Qodiriyah
Naqsabandiyah mungkin sekali didirikan
oleh tokoh Indonesia, yaitu Ahmad Khatib Ibn ‘Abd Al-Ghaffar Sambas, yang
bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad kesembilan belas.[5]
Ahmad Khatib sendiri tidak menulis
sebuah buku atau kitab sama sekali, tetapi dua dari murid-muridnya dengan setia
merekam ajaran-ajarannya dalam risalah pendek berbahasa Melayu, yang dengan
gamblang menjelaskan dari tharekat ini. Salah satunya, Fath Al-‘Arifin
dianggap oleh semua khalifah dimasa itu sebagai karya yaang paling dapat
dipertanggungjawabkan mengenai tharekat. Karya tersebut menguraikan tentang baiat,
zikir dan teknik-teknik serta peribadatan lain, baik dari tharekat Qodiriyah
maupun dari tharekat Naqsabandiyah; risalah itu diakhiri dengan silsilah Ahmad
Khatib.
Fath Al-‘Arifin di Indonesia dalam pengalamannya lebih
didominasi unsur-unsur Qodiriyah, dominasi tersebut dapat dilihat dalam
silsilah yang sama sekali tidak memuat nama-nama tokoh dari Naqsabandiyah yang
sudah dikenal. Turun sampai kepada Abd’ Al-Qadir dan putranya, ‘Abd Al-‘Aziz, merupakan
silsilah Qodiriyah yang biasa; nama-nama berikutnya menurut dugaan Qodiriyah
juga yang mana nama-nama yang diberikan dalam bentuk yang sesingkat mungkin,
sehingga tidak dapat diketahui petunjuk ke wilayah mana secara geografis cabang
tharekat ini termasuk. Silsilah tersebut dimulai dengan Allah dengan melalui
malaikat Jibril sampai kepada Nabi Muhammad dan seterusnya.[6]
Sedikit yang dapat diketahui mengenai latar belakang dan kehidupan Ahmad
Khatib, terlepas dari fakta bahwa ia berasal dari Sambas di Kalimantan barat
dan tinggal lama di Makkah, kemudian beliau wafat di sana pada tahun 1878.
Beliau adalah murid kesayangan gurunya Syams Al-Din, dan telah dipilih menjadi
penggantinya, dengan demikian beliau mempunyai banyak murid diantaranya
orang-orang Indonesia yang berkunjung ke Makkah dari segenap penjuru Nusantara:
dari Malaya, Sumatera, Bali dan lombok. Ia pun banyak mengangkat khalifah,
tetapi setelah ia wafat, hanya seorang dari mereka yang ini yang diakui sebagai
pemimpin utama dari tharekat tersebut. Dia adalah Syaikh Abd’ Al-Karim dari
banten, yang hampir seumur hidupnya telah bermukim di Makkah, dua khalifah lain
yang berpengaruh adalah Syaikh Tolhah di Cirebon dan Kiai Ahmad Hasbullah ibn
Muhammad (orang Madura yang juga menetap di Makkah).
Semua cabang-cabang Qodiriyah Naqsabandiyah yang tergolong penting di masa
kini mempunyai hubungan keguruan dengan seorang atau beberapa orang dari ketiga
khalifah tersebut diatas. Disamping mereka, ada lagi beberapa khalifah lain,
seperti: Muhammad Isma’il ibn ‘Abd Al-Rahim dari bali, Syaikh Yasin dari Kedah
(Malaya), yang belakangan menetap di Mempawah Kalimantan Barat, dan menyebarkan
tharekat ini di sana. Kemudian juga ada orang lain yang menyebarkan tharekat
ini di Lampung, beliau adalah Syaikh haji Ahmad Lampung dan juga Muhammad
Ma’ruf ibn ‘Abdullah Khatib dari Palembang.[7] Perkembangan
tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah dalam perjalanannya juga menciptakan tharekat
yang mandiri di berbagai penjuru Nusantara, diantaranya; Banten, Bogor , Cirebon, Tasikmalaya, Jombang,
Lombok dan masih banyak lagi, dimana di kota-kota tersebut didirikan pondok
pesantren seperti, Darul Ulum di Jobang dan Suryalaya di Tasikmlaya.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pengertian tharekat Menurut
bahasa Tharekat adalah yang berarti berjalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.Manurut
istilah Tharekat adalah jalan yang mengacu pada sistem latihan, meditasi maupun
amalan-amalan yang dihubungkan guru sufi. Tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah adalah
tharekat yang baru dan berdiri sendiri, yang di dalamnya terdapat unsur-unsur
pilihan dari Qodiriyah dan juga Naqsabandiyah kemudian telah dipadukan menjadi
sesuatu yang baru. Tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah mungkin sekali didirikan oleh tokoh
Indonesia, yaitu Ahmad Khatib Ibn ‘Abd Al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan
mengajar di Mekkah pada pertengahan abad kesembilan belas
Tujuan tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah adalah taqarrub Ilallah SWT, menuju jalan mardhatillah, kemakrifatan,
kecintaan terhadap Allah serta mempunyai dasar-dasar Tinggi cita-cita
Memelihara kehormatan, Memperbaiki khidmat, Melaksanakan cita-cita, dan membesarkan
nikmat
Perkembangan tharekat Qodiriyah Naqsabandiyah di Indonesia dalam
perjalanannya juga menciptakan tharekat yang mandiri di berbagai penjuru
Nusantara, diantaranya; Banten, Bogor ,
Cirebon, Tasikmalaya, Jombang, Lombok dan masih banyak lagi, dimana di
kota-kota tersebut didirikan pondok pesantren seperti, Darul Ulum di Jobang dan
Suryalaya di Tasikmlaya.
B.
Penutup
Demikian
paper ini kami buat. Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dan pembahasan
paper ini kami mohon maaf. Kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan
untuk lebih baiknya paper yang kami buat selanjutnya.
Daftar Pustaka
Alba
Cecep. Tasawuf dan Tarekat. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. 2012.
Bruinessen
Martin van. Tarekat Naqsabandiyah Di Indonesia. Mizan. Bandung. 1992.
0 komentar:
Post a Comment