SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN SYARIAH / MBS
TAHUN 2017
BAB
1
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Al-Qur’ân
merupakan sumber acuan nilai, sikap serta perilaku umat Islam. Sebagai acuan
tentunya al-Qur’ân harus dipahami terlebih dahulu, baru kemudian diamalkan.
Upaya pemahaman al-Qur’ân tersebut dapat dilakukan berbagai cara, melalui ilmu
asbab nuzul, munasabah, serta lainnya.
Jika asbab nuzul mengaitkan satu atau sejumlah ayat dengan
konteks sejarahnya, maka fokus perhatian ilmu munasabah antar ayat dan surat
bukan pada kronologi historis dari bagian-bagian teks, tetapi aspek pertautan
antar ayat dan surut menurut urutan teks. Bagi para mufassir, ilmu munasabah
lebih penting daripada ilmu asbab nuzul. Subhi as-Salih mengatakan, wajar jika
penjelasan tentang munasabah didahulukan dari asbab nuzul, mengingat begitu
banyak manfaat yang timbul dari ilmu munasabah. Apalagi kaidah tafsir
mengatakan, 'ukuran dalam memahami ayat adalah redaksinya yang bersifat umum,
bukan penyebab turunnya ayat yang bersifat khusus.
Munasabah
adalah ilmu yang baru dibandingkan dengan ilmu-ilmu al-Qur’ân lainnya. Tidak
banya mufassir yang menggunakan ilmu ini di dalam kitab tafsir mereka, karena
ilmu ini dipandang sulit dan rumit. Selain itu, ilmu ini juga kurang diminati
untuk dikembangkan.
Seorang
muslim tidak dapat menghindarkan diri dari keterikatannya dengan Al-Qur’an.
Seorang muslim mempelajari Al-Qur’an tidak hanya mencari kebenaran ilmiah,
tetapi juga mencari isi dan kandungan Al-Qur’an.
2. Perumusan
Masalah
a. Pengertian
Munasabah?
b. Apa
Pendapat Ulama tentang Munasabah?
c. Apa
Dasar-dasar Pemikiran tentang Munasabah?
d. Ada
Berapa Macam-macam Munasabah?
e. Apa
Fungsi Mempelajari Munasabah?
3. Tujuan
a. Agar
mengetahui pengertian munasabah.
b. Agar
mengetahui dasar-dasar munasabah.
c. Agar
mengetahui dasar-dasar pemikiran tentang munasabah.
d. Agar
mengetahui macam-macam munasabah
e. Agar
mengetahui fungsi mempelajari munasabah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Munasabah
Secara etimologis, kata al munásabah adalah searti
dengan kata-kata al musyákalah yang berarti penyerupaan atau keserupaan bentuk,
dan al muqárabah yang berarti berdekatan. Dan kata al munásabah yang berarti
dari kata nasaba ini juga berarti patut, penghubung (korelasi) dan persesuaian
(relevansi). Adapun secara terminologis, munásabah adalah hubungan satu atau
pertalian antara satu ungkapan dengan ungkapan yang lainnya dalam satu ayat,
atau ayat dengan ayat, atau antara satu surat dengan surat lainnya.
Dengan demikian dapat ditarik pemahaman bahwa ilmu
munásabah adalah ilmu yang menerangkan persesuaian antara satu ayat dengan ayat
yang berada di depannya maupun yang berada dibelakangnya, atau merupakan ilmu
yang menerangkan korelasi antara suatu ayat dengan ayat yang lain atau surat
dengan surat, baik yang ada di belakangnya ataupun yang ada di mukanya.
B.
Munasabah
Menurut Pendapat Para Ulama
Setelah
diuraikan secara singkat tentang munásabah kita sampai pada perdebatan
dikalangan ‘ulama tentang munásabah, baik mengenal antar ayat maupun antar
surat.
1. As
Suyuthi (Tanasuq ad Durar fi Tanasub as Suwar); ilmu munasabah adalah ilmu yang
sangat mulia.
2. Al
Imam Fakhr ad Din mengatakan, yang lebih banyak kelembutan al Qur’an adalah
terletak pada tertib ayat dan keterkaitannya.
3. Ibn
al’Arabi (Siraj al Muridin) berpendapat, pertalian ayat-ayat al Qur’an hingga
menjadi seperti satu ungkapan memuat berbagai arti, yang indah susunan
strukturalnya merupakan ilmu yang mulia, yang tidak terlihat kecuali oleh orang
berilmu.
4. Syekh
Abu Bakar an Naisaburi, seorang yang luas pengetahuannya di bidang Syari’ah dan
adab; ia bertanya: mengapa ayat ini diletakkan setelah ayat ini? Apa hikmatnya
surat ini diletakkan setelah surat ini? Orang yang pertama mengenal munasabah
ini juga mencela ulama-ulama Baghdad karena mereka tidak mengetahui ilmu ini.
5. Al
Imam ar Razi (ahli tafsir); sekiranya kelugasan kata dan ketinggian maknanya
dapat dipandang sebagai mukjizat, maka munasabah merupakan salah satu I’jaz
dari segi tertib ayat dan keteraturannya.
6. Syekh
Izzuddin Ibn ‘Abd as Salam; menyatakan, munasabah merupakan ilmu yang bagus,
karena al Qur’an diturunkan dalam tempo yang relative panjang, dengan sebab
yang berbeda-beda dan dalam kondisi yang berlainan, sehingga ayat-ayatnya akan
dianggap berdiri sendiri-sendiri kecuali bila didekati dengan mencari
tanasubnya.
C.
Dasar-dasar
Pemikiran tentang Munasabah
Ilmu munasabah yang juga disebut dengan “Tanasubil Aayati Wassuwari” pertama kali di cetus oleh Imam Abu Bakar An-Naisaburi (wafat tahun 324 H) , Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang munasabah tidak terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu sekitar tiga atau empat abad setelah masa beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian ini bersifat taufiqi (pendapat para ulama). Karena itu, keberadaannya tetap sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli 'Ulumul-Quran), yang bersifat relatif, mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya dengan hasil pemikiran manusia pada umumnya, yang bersifat relatif.
Sungguhpun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar pemikiran tentang adanya munasabah dalam Alquran ini berpijak pada prinsip yang bersifat absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat Alquran, sebagaimana kita lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi,yakni suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah berdasarkan petunjuk dari Allah (Wahyu), bukan susunan manusia. Atas dasar pemikiran inilah, maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh sebab itu, secara sistematis, tentulah dalam susunan ayat-ayat Alquran terdapat korelasi, keterkaitan makna (munasabah) antara suatu ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya. Karena itu pula, sebagian ulama menamakan Ilmu Munasabah ini dengan علم أســرار ترتيب الآيات و السور فى القرآن الكريم (Ilmu tentang rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam Alquranul-Kariem). Berbeda dengan susunan ayat-ayat dalam setiap surat yang oleh para ulama disepakati sebagai susunan yang bersifat tauqifi, maka susunan surat-surat dalam Alquran masih diperselisihkan oleh para ulama, apakah bersifat taqifi atau tafiqi. Bagi kalangan ulama yang beranggapan bahwa susunan surat-surat dalam Alquran bersifat tauqifi, maka munasabah antar surat tidak mesti ada. Sedangkan bagi ulama yang berpendapat susunan surat-surat Alquran bersifat tauqifi, maka munasabah antar surat mesti ada.
D.
Macam-macam
Munasabah
Pada garis besarnya
munasabah itu ada 7 (tujuh) macam, namun bisa dikelompokkan menjadi dua hal
yaitu:
a.
Munasabah surah dengan surah, meliputi:
1.
Munasabah awal surah dengan akhir surah.
2.
Munasabah nama surah dengan tujuan turunnya.
Nama-nama Surah dalam al-Qur’an biasanya diambil dari suatu
masalah pokok di dalam surah. Menurut Shubhi As-Shalih munasabah nama surah
dengan tujuan turunnya ini terbagi menjadi dua macam:
(a) Hubungan yang diketahui berdasarkan riwayat.
(a) Hubungan yang diketahui berdasarkan riwayat.
(b) Hubungan yang
diketahui berdasarkan penelaahan pikiran
3.
Munasabah surah dengan surah sebelumnya
Dalam korelasi ini satu surah berfungsi menjelaskan surah
sebelumnya. Hubungan surah satu dengan surah sebelumnya dapat dicari melalui
empat cara, yaitu:
a) Bi hasb huruf (dilihat melalui huruf). Misalnya surah-surah yang dimulai dengan حم dan الر tersusun berurutan.
a) Bi hasb huruf (dilihat melalui huruf). Misalnya surah-surah yang dimulai dengan حم dan الر tersusun berurutan.
b) Karena ada
persesuaian antara akhir suatu surah dengan permulaan surah berikutnya.
c) Dilihat الوزن dalam
lafazhnya.
d) Adanya kemiripan
dalam bilangan ayat dalam ayat suatu surah dengan surah berikutnya.
4.
Munasabah penutup surah terdahulu dengan awal
surah berikutnya.
b.
Munasabah ayat dengan ayat, meliputi:
1.
Munasabah kalimat dengan kalimat dalam ayat,
a. Hubungan yang sudah
jelas antara kalimat terdahulu dengan kalimat kemudian, atau akhir kalimat
dengan awal kalimat berikutnya, atau masalah terdahulu dengan masalah yang
dibahas kemudian.
b.
Hubungan yang belum jelas antara ayat dengan
ayat atau kalimat dengan kalimat.
2.
Munasabah ayat dengan ayat dalam satu surah,
Munasabah ayat dengan ayat sering terlihat jelas, tetapi sering
pula tidak jelas. Munasabah ayat dengan ayat yang terlihat jelas sering
menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), i’tiradh (bantahan), dan
tasydid (penegasan)
a) Munasabah yang menggunakan pola ta’kid yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak di sampingnya.
a) Munasabah yang menggunakan pola ta’kid yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak di sampingnya.
b) Munasabah ayat dengan
ayat yang menggunakan pola tafsir, apabila suatu ayat atau bagian ayat tertentu
ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat di sampingnya.
c) Munasabah ayat dengan
ayat yang menggunakan pola i’tiradh apabila terletak satu kalimat atau lebih
tidak terlihat ada kedudukannya dalam i’rab (struktur kalimat), baik di
pertengahan atau di antara dua kalimat yang berhubungan maknanya.
d) Munasabah ayat dengan
ayat menggunakan pola tasydid, apabila satu ayat atau bagian ayat mempertegas
arti ayat yang terletak di sampingnya.
Adapun munasabah ayat dengan ayat dalam satu surah yang tidak
jelas, dapat dilihat melalui qara’in ma’nawiyyah (hubungan makna). Hal ini
terlihat dalam empat pola munasabah yaitu At-Tanzir (perbandingan), Al-Mudhadat
(perlawanan), istithrad (penjelasan lebih lanjut) dan At-Takhallush
(perpindahan).
3.
Munasabah penutup ayat dengan kandungan
ayatnya.
Munasabah Penutup ayat dengan kandungan ayatnya menggunakan empat pola munasabah yaitu: Tamkin (memperkokoh/mempertegas), Tashdir (fashilah sudah dimuat di permulaan, di tengah atau di akhir ayat), tausikh (kandungan ayat sudah tersirat dalam rangkaian kalimat sebelumnya dalam suatu ayat) dan Al-Ighal (tambahan keterangan)
Munasabah Penutup ayat dengan kandungan ayatnya menggunakan empat pola munasabah yaitu: Tamkin (memperkokoh/mempertegas), Tashdir (fashilah sudah dimuat di permulaan, di tengah atau di akhir ayat), tausikh (kandungan ayat sudah tersirat dalam rangkaian kalimat sebelumnya dalam suatu ayat) dan Al-Ighal (tambahan keterangan)
E.
Kegunaan
dan Manfaat Ilmu Munasabah
1. Kegunaan Ilmu
Munasabah dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Dapat mengembangkan bagian anggapan orang
bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan relevansi antara satu bagian dan bagian
lainnya.
b.
Mengetahui korelasi antara bagian Al-Qur’an,
baik antarkalimat atau antarayat maupun antarsurah, sehingga lebih memperdalam
pengetahuan dan pengenalan terhadap Al-Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap
kewahyuan dan kemukjizatannya.
c.
Dapat diketahui mutu dan tingkat
ke-balaghah-an bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kelimatnya yang satu dengan
yang lainnya serta persesuaian ayat atau surat yang satu dari yang lain.
d.
Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat
atau ayat lain.
2. Di antara manfaat
utama mempelajari munasabah adalah:
a.
Menghindari kekeliruan dalam menafsirkan
Al-Qur’an, sebab munculnya kekeliruan dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah karena
tidak mengetahu munasabah.
b.
Intensifikasi pengertian ayat-ayat Al-Qur’an.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Munasabah berarti menjelaskan
korelasi makna antara ayat atau antara surat, baik korelasi itu bersifat umum
atau khusus, rasional ('aqli), persepsi (hassiyl, atau imajinatif (khayali),
atau korelasi berupa sebab-akibat,'illat dan ma'lul, perbandingan, dan
perlawanan.
Macam-macam munasabah yaitu
munasabah antar surat dengan surat sebelumnya, munasabah antar nama surat dan
tujuan turunnya, munasabah antar bagian suatu ayat, munasabah antar ayat yang
terletak berdampingan, munasabah antar suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat
disampingnya, munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat, munasabah antar
awal surat dengan akhir surat yang sama, munasabah antar penutup suatu surat
dengan awal surat berikutnya.
2. Saran
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya pemakalah.
0 komentar:
Post a Comment