PAJAK PENGHASILAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Perpajakan
Dosen Pengampu : Danang
Kurniawan,S.E.,M.M.
Kelas : ESRB – 6
Disusun Oleh:
Kelompok 5
Ahmad Khoirul
Umam (1320210049)
Nailun
Nahdliyah (1320210050)
Faridatus
Sholikhah (1320210051)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
(STAIN)
JURUSAN SYARIAH / EKONOMI ISLAM
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sumber penerimaan Negara dari sector pajak banyak macamnya. Salah
satunya adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan merupakan pajak yang
dipungut kepada obyek pajak atas penghasilan yang diperolehnya. Dalam rangka
menyukseskan pembangunan nasional, peranan penerimaan pajak sangat penting dan
mempunyai kedudukan yang setrategis. Karena tidak mungkin pemerintah dapat
menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan nasional tanpa adanya dukungan
dana, terutama yang bersumber dari penerimaan pajak, yang salah satu sumber
penerimaannya itu berasal dari pajak penghasilan.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian dari pajak
penghasilan, subyek pajak penghasilan, obyek pajak penghasilan, tarif pajak
penghasilan, dasar hukum pajak penghasilan dan cara penghitungan pajak
penghasilan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
pengertian pajak penghasilan?
2.
Siapa
sajakah yang merupakan subyek pajak penghasilan?
3.
Apa sajakah yang merupakan obyek pajak
penghasilan?
4.
Berapakah
tarif pajak penghasilan?
5.
Bagaimana
dasar hukum pajak penghasilan serca cara menghitung pajak penghasilan?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan seperti yang dinyatakan dalam pasar 21 UU
Pajak Penghasilan.[1]
Sedangkan pengertian lain dari pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.[2]
B.
Subjek
Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak. yang menjadi Subjek Pajak
adalah:[3]
1.
a.
orang pribadi
b.
warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
2.
Badan,
terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD, firma, kongsi, koperasi, dan
lain-lain.
3.
Bentuk
Usaha Tetap
BUT
adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa: tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor
perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian sumber
alam serta perikanan, peternakan, pertanian dan lain-lain.
Subjek
pajak dapat dibedakan pula atas:
a.
Subjek
Pajak dalam negeri
b.
Subjek
pajak luar negeri
Tidak
termasuk Subjek Pajak
1.
Badan
perwakilan Negara asing
2.
Pejabat-pejabat
perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat-pejabat lain dari Negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan warga Negara
Indonesia dan Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta Negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
3.
Pejabat-pejabat
perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri
keuangan dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
C.
Objek
Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun[5]
Penghasilan
yang dikenakan pemotongan PPh pasal 21 adalah:
1.
Penghasilan
yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan,
upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota
dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang
ganti rugi dan lain-lain.
2.
Hadiah
dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3.
Laba
usaha
4.
Keuntungan
karena penjualan atau pengalihan harta termasuk
a.
Keuntungan
karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
b.
Keuntungan
yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta
kepada pemegang saham, sekutu atau anggota
c.
Keuntungan
karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau
pengambilalihan usaha, keuntungan, dan lain-lain.
Tidak Termasuk
Objek Pajak Penghasilan
Yang tidak termasuk obyek pajak penghasilan
antara lain:
1.
Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang
diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia;
2.
Harta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
3.
Warisan;
4.
Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh
badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan
Wajib Pajak, wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 UU PPh;
6.
Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada
orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa, dan lain-lain[6]
D.
Tarif
Pajak Penghasilan
Tarif pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia di kelompokkan
menjadi dua yaitu tarif umum sesuai Pasal 17 UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana
telah diubah dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dan tarif khusus.
Dan system penerapan tarif Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 17
UU PPh dibagi menjadi dua yaitu:[7]
1.
Tarif
Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yaitu:
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Sampai
dengan Rp 25.000.000,00
|
5%
|
Di
atas Rp 25.000.000,00 s/d Rp50.000.000,00
|
10%
|
Di
atas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 100.000.000,00
|
15%
|
Di
atas Rp 100.000.000,00 s/d 200.000.000,00
|
25%
|
Di
atas Rp 200.000.000,00
|
35%
|
2.
Tarif
Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu:
Lapisan
Penghasilan Kena Pajak
|
Tarif
Pajak
|
Sampai
dengan Rp 50.000.000,00
|
10%
|
Di
atas Rp 50.000.000,00 s/d 100.000.000,00
|
15%
|
Di
atas Rp 100.000.000,00
|
30%
|
E.
Dasar
Hukum Pajak Penghasilan dan Cara Menghitung Pajak Penghasilan
Dasar hukum pajak penghasilan adalah Undang-undang no.7 Tahun 1984
tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku sejak 1 januari 1984.
Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali
diubah dengan Undang-undang Nomer 36 Tahun 2008.
Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar
pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan kena pajak. Sedangkan
untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Besarnya penghasilan Kena Pajak untuk Wajib pajak badan dihitung
sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung
sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Secara singkat dapat dirumuskan:
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = penghasilan netto
Penghasilan Kena Pajak (WP orang pribadi) = penghasilan-PTKP
Cara
menghitung Penghasilan Kena Pajak
Penghitungan besarnya penghasilan Netto bagi wajib pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1.
Menggunakan
pembukuan
Pembukuan
adalah suatu proses pencacatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan
data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan,
dan biaya, serta jumlah harta perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
pada setiap Tahun Pajak berakhir.
Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak dapat dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak (WP Orang Pribadi)
= penghasilan netto – PTKP
= (Penghasilan bruto- Biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP
Penghasilan Kena Pajak (WP badan)
= Penghasilan netto
Penghasilan bruto- Biaya yang diperkenankan UU Ph
Peredaran bruto Rp
650.000.000,00
Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan Rp 420.000.000,00 (-)
Laba usaha (penghasilan neto usaha) = Rp 225.000.000,00
Penghasilan lainnya Rp
10.000.000,00 (+)
Biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara Penghasilan
Rp 6.000.000,00 (-)
Penghasilan neto = Rp 229.000.000,00
PTKP(K/2):
Diri
WP Rp 2.880.000,00
Tambahan
kawin Rp 1.440.000,00
Tanggungan
2 Rp 2.880.000,00 (+)
Rp.
7.200.000,00 (-)
Penghasilan
Kena Pajak = Rp 221.800.000,00
2.
Menggunakan
Norma Penghitungan
Norma
Penghitungan adalah pedoman untuk menentukan besarnya penghasilan neto yang
diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak dan disempurnakan terus menerus.[9]
Wajib
pajak yang boleh menggunakan Norma Penghitungan adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
Peredaran
bruto kurang dari Rp.600.000.000,00 per tahun.
b.
Mengajukan
permohonan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun buku
c.
Menyelnggarakan
pencatatan
Berikut ini contoh penghitungan pajak yang terutang dengan
menggunakan
Contoh Norma Penghitungan Penghasilan Netto
Wajib
Pajak Anto kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang
dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industry rotan di
Cirebon. Misalnya besarnya persentase norma untuk industry rotan di Cirebon
12,5% dan dokter di Jakarta 40%
Peredaran usaha dari industry rotan di Cirebon setahun Rp 400.000.000,00
Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta setahun Rp 75.000.000,00
Penghasilan netto dihitung sebagai berikut:
Dari industry rotan: 12% x Rp 400.000.000,00 =
Rp 50.000.000,00
Sebagai seorang dokter: 40% x Rp 75.000.000,00
= Rp 30.000.000,00(+)
Jumlah penghasilan netto = Rp 80.000.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak = Rp 8.640.000,00 (-)
Penghasilan kena pajak =
Rp 71.360.000,00
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
Subyek pajak penghasilan meliputi:1. a. rang pribadi ,b. warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, 2. Badan,
terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD, firma, kongsi, koperasi, dan
lain-lain, 3. Bentuk Usaha Tetap. Dan bukan subjek pajak meliputi: Badan
perwakilan Negara asing, pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan
atau pejabat-pejabat lain dari Negara asing, dan pejabat-pejabat perwakilan
organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
Obyek pajak penghasilan meliputi: Penghasilan yang diterima atau
diperoleh secara teratur, Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan, laba usaha, dan lain-lain. Sedangkan yang tidak termasuk obyek
pajak penghasilan adalah bantuan atau sumbangan, harta hibah, warisan, dan
lain-lain.
Tarif Pajak Penghasilan dibedakan menjadi dua yaitu tarif Pajak
Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan tarif Pajak
Penghasilan dan untuk Wajib Pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
Dasar hukum pajak penghasilan adalah Undang-undang no.7 Tahun 1984
tentang Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku sejak 1 januari 1984. Dan adapun
cara penghitungan dalam Pajak Penghasilan di bagi menjadi dua cara yaitu
menggunakan pembukuan dan menggunakan norma penghitungan.
Daftar
Pustaka
Mardiasmo,Perpajakan,edisi 6,Yogyakarta:Andi,1998
Mardiasmo,Perpajakan,edisi revisi,Yogyakarta:Andi,2003
Pandiangan Liberty,Pemahaman Praktis Undang-undang Perpajakan
Indonesia,Jakarta:Erlangga,2002
Resmi Siti,Perpajakan Teori dan Kasus,Jakarta:salemba
empat,2003
Http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-objek-pajak-penghasilan dikutip
tanggal 20 Maret 2016 pukul 13.15 WIB
[2] Siti resmi,Perpajakan
Teori dan Kasus,Jakarta:salemba empat,2003,hlm.74
[3] Mardiasmo,Perpajakan,edisi
revisi,Yogyakarta:Andi,2003,hlm.105-106
[4] Liberty
Pandiangan,Pemahaman Praktis Undang-undang Perpajakan Indonesia,Jakarta:Erlangga,2002,,hlm.166
[5] Ibid,hlm.167
[6] Http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-objek-pajak-penghasilan
dikutip tanggal 20 Maret 2016 pukul 13.15 WIB
[7] Siti Resmi,Op.Cit,hlm.108
[8] Ibid,hlm.111
[9] Liberty
Pandiangan,Op.Cit,hlm.215
Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan merupakan salah satu kewajiban pajak yang harus dijalankan oleh wajib pajak dalam rangka memberikan tanggung jawab penerapan self assesment yang dijalankan selama satu tahun pajak. Ketika sudah melaporkan SPT, wajib pajak akan mendapatkan pemberitahuan tentang bagaimana status SPT Tahunan tersebut, apakah muncul status lebih bayar, kurang bayar, ataupun nihil.
ReplyDeletePada pembahasan kali ini akan dibahas mengenai apa saja perbedaan mendasar PPh Kurang Bayar dan Lebih bayar serta bagaimana perlakuan perpajakan yang berlaku. Selengkapnya di https://www.krishandsoftware.com/blog/1154/perlakuan-perpajakan-untuk-pph-kurang-bayar-dan-lebih-bayar/