Blog yang diperuntukan untuk anak kuliah, terutama Mahasiswa Manajemen dan Ekonomi Syariah

Thursday, 11 May 2017

Posted by Dian Prasetyo in | 09:09:00 No comments
RISIKO DALAM TINJAUAN ISLAM

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Manajemen Risiko
Dosen Pengampu: Dr. Siti Amaroh, SE, M SI



Disusun Oleh:
Nofita Sari                  212300
Ria Novitasari                        
      Nurul Hasanah              212309     




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN SYARI’AH/ MBS
TAHUN 2015





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang
Sudah merupakan naluriah manusia untuk mencintai harta, anakanak & wanita, perhiasan, dan kendaraan. Kecintaan terhadap kekayaan ini telah mendorong banyak manusia untuk berlomba – lomba menciptakannya dengan lebih baik lagi. Sebagian manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhannya.Meskipun sejatinya ada juga manusia yang berusaha tidak hanya memenuhi kebutuhannya saja tetapi ada yang sampai berusaha memenuhi segala keinginan nafsu melebihi kebutuhannya. Di sisi yang lain, perilaku manusia ada juga yang kebalikan dengan motif diatas.
Meski maksimalisasi kekayaan juga dilakukan oleh manusia lainnya tetapi ada manusia yang menyadari sepenuhnya bahwa dia adalah ciptaan Tuhan sehingga merasa perlu untuk mempersembahkan sesuatu yang terbaik untuk Tuhan dan menyerahkan dirinya sepenuhnya hanya kepada Tuhan saja.Manusia seperti ini akan berusaha maksimal untuk mendapatkan kekayaan yang kemudian dipersembahkan untuk Tuhan. Konsep bahwa segala harta kekayaan ini adalah milik Tuhan akan mendorong perilaku manusia untuk bersikap amanah. Amanah dalam mencari harta dan amanah dalam membelanjakan harta.Dalam kerangka menjaga amanah itulah kemudian manusia memerlukan interaksi dengan manusia lainnya untuk mencapai kesejahteraan dirinya dan sesamanya. Demi menjaga amanah kemudian manusia berusaha dengan mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk menegakkan amanah yang diembannya.
Manajemen risiko adalah merupakan salah satu metode untuk mengelola risiko yang dihadapi dalam menjaga amanah dari stakeholder, dalam ranah keduniawian. Sementara dalam ranah spiritual, manajemen risiko bisa dimaknai sebagai menjaga amanah Tuhan yang dibebankan kepada manusia.Semakin baik manajemen risiko, maka semakin amanahlah manusia di mata stakehorder dan di mata Tuhan.

B.     Rumusan  Masalah
1.      Bagaimana Konsep Dasar Risiko
2.      Bagaimana Cakupan Manajemen Risiko
3.      Bagaimana Pandangan Islam Terhadap Risiko



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Dasar Risiko
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian , ini terjadi  oleh kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (Risk).
            Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorangan atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya   sekali saja, misalnya membeli lotre. Jika beruntung maka akan mendapatkan hadiah yang sangat  besar tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli lotre relative kecil. Apakah hal ini tergolong risiko?  Jawabanya adalah hal ini juga tergolong resiko. Selama mengalami kerugian sekecil apapun hal itu dianggap risiko.[1]
B.     Cakupan Manajemen Risiko
Cakupan manajemen risiko meliputi tiga hal utama yaitu Identifikasi risiko, evaluasi dan pengukuran risiko, dan pengelolaan risiko. Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko –risiko apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Terdapat berbagai risiko yang dihadapi organisasi. Secara garis besar, risiko dapat dikategorikan ke dalam risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh risiko jenis ini adalah kecelakaan, kebakaran, dan banjir. Risiko spekulatif adalah risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan.
Potensi kerugian dan keuntungan tetap ada dalam usaha bisnis. Kita selalu mengharapkan keuntungan, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi kerugian. Kerugian akibat risiko spekulatif akan merugikan pihak tertentu tetapi akan menguntungkan pihak lainnya. Meskipun secara total masyarakat tidak dirugikan oleh risiko spekulatif tersebut. Setelah identifikasi risiko, langkah selanjutnya adalah evaluasi dan pengukuran risiko. Evaluasi dan pengukuran risiko bertujuan untuk mengenali dan memahami karakterisitik risiko dengan lebih baik. dengan pemahaman yang baik, maka risiko akan lebih mudah untuk dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis dilakukan untuk mengukur risiko tersebut.
Terdapat beberapa teknik untuk mengukur risiko tergantung jenis risikonya. Probabilitas bisa digunakan untuk mengukur risiko. Ketika probabilitas tinggi, maka suatu risiko perlu mendapat perhatian lebih ekstra. Pengukuran risiko yang lainnya bisa pula dilakukakan dengan teknik durasi.Hal ini biasanya dilakukan untuk menilai perubahan tingkat bunga. Untuk risiko pasar, bisa digunakan teknik value at risk. Setelah melakukan analisis dan evaluasi risiko, langkah selanjutnya adalah mengelola risiko.Pengelolaan risiko perlu dilakukan secara cermat mengingat konsekuensinya yang cukup serius jika gagal dalam mengelola risiko. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran, ditahan (retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lain.
Mengelola risiko dengan cara menghindar adalah cara yang paling mudah dan aman, namun tidak optimal. Sebagai contoh jika kita menghendaki keuntungan yang tinggi dari bisnis, tentunya kita harus menghadapi risiko tersebut dan mengelolanya dengan baik, tidak dengan cara menghindar. Retention bermakna kita menghadapi sendiri risiko tersebut. Sebagai contoh orang yang tidak mengasuransikan properti miliknya, berarti bahwa orang tersebut akan menanggung sendiri kerusakan – kerusakan atas propertinya. Selanjutnya adalah diversifikasi. Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang ktia miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja.
Sebagai contoh ketika kita berinvestasi dalam saham, maka kita tidak akan menginvestasikan hanya pada satu saham saja, tetapi pada beberapa atau banyak saham. Transfer risiko dilakukan ketika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kemudian ditransfer ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut. Asuransi kecelakaan adalah salah satu contohnya. Dua hal lain yang terkait dengan pengelolaan risiko adalah pengendalian risiko dan pendanaan risiko.
Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan. Sebagai contoh adalah pemasangan alarm kebakaran dalam bangunan ditujukan untuk mengendalikan risiko kebakaran. Pendanaan risiko mengaandung makna bagaimana menbiayai kerugian yang terjadi jika suatu risiko muncul. Apakah dari asuransi kebakaran atau menggunakan dana cadangan adalah contoh risiko kebakaran. Karakterisitik pengelolaan risiko yang baik meliputi beberapa elemen, yaitu:
  1. Memahami bisnis perusahaan. Hal ini merupakan salah satu kunci keberhasilan manajemen risiko perusahaan. Pemahaman mendalam terhadap bisnis perusahaan dan keunikannya akan menghasilkan pelaksanaan manajemen risiko yang berbeda antar perusahaan.
  2. Formal dan terintegrasi. Elemen ini merupakan upaya khusus yang didukung oleh organisasi dan manajemen puncak. Manajemen risiko formal meliputi tiga hal, yaitu infrastruktur keras seperti ruang kerja, struktur organisasi, komputer, model statistik dan sebagainya. Kedua adalah infrastruktur lunak seperti budaya kehati – hatian, dan organisasi yang responsif terhadap risiko. Ketiga adalah proses manajemen risiko itu sendiri yang meliputi indentifikasi, pengukuran dan pengelolaan risiko. Setelah itu kemudian ketiga hal tersebut diintegrasikan dalam perusahaan.
  3. Mengembangkan infrastruktur risiko. Pembentukan sebuah komite manajemen risiko adalah salah satu contoh dari alat yang akan digunakan untuk mengembangkan infrastruktur risiko yang telah ada.
  4. Menetapkan mekanisme kontrol. Manajemen risiko yang baik mempunyai sistem pengendalian yang baik pula. Mekanisme saling kontrol akan selalu tercipta. Dengan menggunakan mekanisme tersebut, tidak ada orang yang mempunyai kekuasaan yang berlebihan untuk mengambil risiko atas nama perusahaan.
  5. Menetapkan batas (limits). Penentuan batas merupakan bagian integral dari manajemen risiko. Manajer harus diberitahu kapan bisa/harus jalan dan kaapn harus berhenti. Keputusan bisnis bisa diumpamakan sebagai gas, sedangkan manajemen risiko bisa diumpamakan sebagai rem. Jika manajemen risiko tidak berfungsi berarti perusahaan bisa diumpamakan mobil yang melaju kencang tanpa rem.
  6. Fokus pada aliran kas. Manajemen risiko yang baik harus selalu fokus pada aliran kas. Pengawasan terhadap aliran kas ini harus memadai, sehingga mengurangi risiko kas yang mengalir ke tempat yang tidak semestinya.
  7. Sistem insentif yang tepat. Hal ini akan membuat seseorang berperilaku tertentu. People respond to incentives.
  8. Mengembangkan budaya sadar risiko. Budaya ini dapat diciptakan melalui cara – cara antara lain dengan menetapkan suasana keseluruhan yang kondusif untuk perilaku hati – hati, menetapkan prinsip – prinsip manajemen risiko yang mampu mengarahkan budaya organisasi, mendorong komunikasi yang terbuka, memberikan program pelatihan dan pengembangan, dan mendorong perilaku yang mendukung manajemen risiko.
C.     Pandangan Islam Terhadap Risiko
Perspektif Islam dalam pengelolaan risiko suatu organsiasi dapat dikaji dari kisah Yusuf dalam  mentakwilkan mimpi sang raja pada masa itu. Kisah mimpi sang raja termaktub dalam al-Qur’an Surat Yusuf:43 sebagai berikut:
“Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): ’Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk di makan oleh tujuh ekor sapi sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.’Hai orang-orang yang terkemuka: ’Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu jika kamu dapat mena’birkan mimpi.’(QS. Yusuf: 43).


Sedangkan kisah Yusuf mentakwilkan mimpi sang raja dijelaskan dalam al-Qur’an Surat Yusuf : 46-47 sebagai berikut:
      “(Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, hai orang yang amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur." (QS. Yusuf: 46-49).
Dalam tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab menafsirkan bahwa Nabi Yusuf memahami tujuh ekor sapi sebagai tujuh tahun masa pertanian. Boleh jadi karena sapi digunakan membajak, kegemukan sapi adalah lambang kesuburan, sedang sapi kurus adalah masa sulit dibidang pertanian, yakni masa paceklik. Bulir-bulir gandum lambang pangan yang tersedia. Setiap bulir sama dengan setahun. Demikian juga sebaliknya.[2]
Dari kisah tersebut, bisa dikatakan bahwa pada tujuh tahun kedua akan timbul kekeringan yang dahsyat. Ini merupakan suatu risiko yang menimpa negeri Yusuf tersebut. Namun dengan adanya mimpi sang raja yang kemudian ditakwilkan oleh Yusuf maka kemudian Yusuf telah melakukan pengukuran dan pengendalian atas risiko yang akan terjadi pada tujuh tahun kedua tersebut. Hal ini dilakukan Yusuf dengan cara menyarankan kepada rakyat seluruh negeri untuk menyimpan sebagian hasil panennya pada panenan tujuh tahun pertama demi menghadapi paceklik pada tujuh tahun berikutnya. Dengan demikian maka terhindarlah bahaya kelaparan yang mengancam negeri Yusuf tersebut. Sungguh suatu pengelolaan risiko yang sempurna. Proses manajemen risiko diterapkan Yusuf melalui tahapan pemahaman risiko, evaluasi dan pengukuran, dan pengelolaan risiko.[3]
Pada dasarnya Allah SWT mengingatkan manusia atau suatu masyarakat, dimana ada kalanya dalam situasi tertentu mempunyai aset dan modal yang kuat, namun suatu saat akan mengalami kesulitan. Hanya saja bagaimana mengatasinya dalam menghadapi kesulitan maka kita harus menyiapkan untuk perhitungan dan pandangan yang luas.
Pada ayat lain yang berkenaan dengan penempatkan investasi serta manajemen risiko dalam pertimbangan yang penting, ialah surat Lukman:34
”Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Lukman: 34)
Dalam Al-Qur’an surat Lukman ayat 34 secara tegas Allah SWT menyatakan bahwa, tiada seorangpun di alam semesta ini yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusia diperintahkan untuk melakukan investasi sebagai bekal dunia dan akhirat. Serta diwajibkan berusaha agar kejadian yang tidak diharapkan, tidak berdampak pada kehancuran fatal terhadapnya (memitigasi risiko).[4]
Dalam Hadits juga dikisahkan, salah seorang sahabat Rasulullah Saw. yang meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan lain-lain, lalu ditinggalkan. Beliau s.a.w. bertanya: "Mengapa tidak kamu ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah." Rasulullah Saw. tidak dapat menyetujui cara berfikir orang itu, lalu bersabda, "Ikatlah dulu lalu bertawakkallah." Ringkasnya tawakkal tanpa usaha lebih dahulu adalah salah dan keliru menurut pandangan Islam. Adapun maksud tawakkal yang diperintahkan oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sesudah berupaya dan berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci baik-baik, lalu bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci itu masih juga hilang misalnya dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang itu sudah tidak bersalah, sebab telah melakukan ikhtiar supaya jangan sampai hilang. Makna tawakal ini yang diartikan sebagai manajemen risiko.[5] 
Dengan demikian  jelaslah, Islam memberi isyarat untuk mengatur posisi risiko dengan sebaik-baiknya, sebagaimana Al-Qur’an dan Hadits mengajarkan kita untuk melakukan aktivitas dengan perhitungan yang sangat matang dalam menghadapi risiko.
Allah Swt berfirman dalam surat al an’am: 38 yang artinya:
“ Dan tiadalah binatang-binatang yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat juga sepertimu. Tiadalah /kami alpakan sesuatupun dalam alkitab (al-qur’an), kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.
Ayat tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam hadits Nabi dari Abu Dzar Al Ghifarry radiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Saw telah pergi meninggalkan kami (wafat), dan tidaklah seekor burung yang terbang membolak balikan kedua sayapnya di udara melainkan beliau telah menerangkan ilmunya kepada kami. Berkata Abu Dzar Ra: Rasullulah Saw bersabda: “ tidaklah tidaklah tertinggal sesuatupun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari negara melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian”. ( HR. Ath-Thabranni dan Ibnu Hibban)

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
 Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorangan atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya   sekali saja, misalnya membeli lotre. Jika beruntung maka akan mendapatkan hadiah yang sangat  besar tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli lotre relative kecil.


DAFTAR PUSTAKA

Herman darmawi, manajemen resiko, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2006
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002




[1] Herman darmawi, manajemen resiko, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2006, hlm. 4
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002, hlm. 471-472

[3] Fatkhur Rokhman, “Manajemen Risiko dalam Islam”


[4] M. Quraish Shihab,Tafser Al-Mishbah,(Jakarta: Lentera Hati, 2000),Cet.Ke-V, hlm. 166-167

[5] Imam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin Jilid 1, Penerjemah Achmad Sunarto, (Jakarta: Pustaka Imani, 1999) Cet. IV

0 komentar:

Post a Comment

Search

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter