RISIKO
DALAM TINJAUAN ISLAM
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Manajemen Risiko
Dosen
Pengampu: Dr. Siti Amaroh, SE, M SI
Disusun
Oleh:
Nofita
Sari 212300
Ria
Novitasari
Nurul
Hasanah 212309
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
SYARI’AH/ MBS
TAHUN
2015
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Latar
Belakang
Sudah merupakan naluriah manusia
untuk mencintai harta, anak‐anak & wanita, perhiasan, dan
kendaraan. Kecintaan terhadap kekayaan ini telah mendorong banyak manusia untuk
berlomba – lomba menciptakannya dengan lebih baik lagi. Sebagian manusia selalu
berusaha memenuhi kebutuhannya.Meskipun sejatinya ada juga manusia yang
berusaha tidak hanya memenuhi kebutuhannya saja tetapi ada yang sampai berusaha
memenuhi segala keinginan nafsu melebihi kebutuhannya. Di sisi yang lain,
perilaku manusia ada juga yang kebalikan dengan motif diatas.
Meski maksimalisasi kekayaan juga
dilakukan oleh manusia lainnya tetapi ada manusia yang menyadari sepenuhnya
bahwa dia adalah ciptaan Tuhan sehingga merasa perlu untuk mempersembahkan
sesuatu yang terbaik untuk Tuhan dan menyerahkan dirinya sepenuhnya hanya
kepada Tuhan saja.Manusia seperti ini akan berusaha maksimal untuk mendapatkan
kekayaan yang kemudian dipersembahkan untuk Tuhan. Konsep bahwa segala harta
kekayaan ini adalah milik Tuhan akan mendorong perilaku manusia untuk bersikap
amanah. Amanah dalam mencari harta dan amanah dalam membelanjakan harta.Dalam
kerangka menjaga amanah itulah kemudian manusia memerlukan interaksi dengan
manusia lainnya untuk mencapai kesejahteraan dirinya dan sesamanya. Demi
menjaga amanah kemudian manusia berusaha dengan mengerahkan segala sumber daya
yang ada untuk menegakkan amanah yang diembannya.
Manajemen risiko adalah merupakan
salah satu metode untuk mengelola risiko yang dihadapi dalam menjaga amanah
dari stakeholder, dalam ranah keduniawian. Sementara dalam ranah spiritual,
manajemen risiko bisa dimaknai sebagai menjaga amanah Tuhan yang dibebankan
kepada manusia.Semakin baik manajemen risiko, maka semakin amanahlah manusia di
mata stakehorder dan di mata Tuhan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
Konsep Dasar Risiko
2. Bagaimana
Cakupan Manajemen Risiko
3. Bagaimana
Pandangan Islam Terhadap Risiko
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Dasar Risiko
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian
, ini terjadi oleh kurang atau tidak
tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak
pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut
Wideman, ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan
istilah peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat
yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (Risk).
Secara umum risiko dapat diartikan sebagai
suatu keadaan yang dihadapi seseorangan atau perusahaan dimana terdapat
kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang dihadapi dapat
memberikan keuntungan yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya sekali
saja, misalnya membeli lotre. Jika beruntung maka akan mendapatkan hadiah yang
sangat besar tetapi jika tidak beruntung
uang yang digunakan membeli lotre relative kecil. Apakah
hal ini tergolong risiko? Jawabanya
adalah hal ini juga tergolong resiko. Selama mengalami kerugian sekecil apapun
hal itu dianggap risiko.[1]
B. Cakupan
Manajemen Risiko
Cakupan manajemen risiko meliputi
tiga hal utama yaitu Identifikasi risiko, evaluasi dan pengukuran risiko, dan
pengelolaan risiko. Identifikasi risiko dilakukan untuk mengidentifikasi risiko
–risiko apa saja yang dihadapi oleh suatu organisasi. Terdapat berbagai risiko
yang dihadapi organisasi. Secara garis besar, risiko dapat dikategorikan ke
dalam risiko murni dan risiko spekulatif. Risiko murni merupakan risiko dimana
kemungkinan kerugian ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh
risiko jenis ini adalah kecelakaan, kebakaran, dan banjir. Risiko spekulatif
adalah risiko dimana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan juga keuntungan.
Potensi kerugian dan keuntungan
tetap ada dalam usaha bisnis. Kita selalu mengharapkan keuntungan, tetapi tidak
menutup kemungkinan terjadi kerugian. Kerugian akibat risiko spekulatif akan
merugikan pihak tertentu tetapi akan menguntungkan pihak lainnya. Meskipun secara
total masyarakat tidak dirugikan oleh risiko spekulatif tersebut. Setelah
identifikasi risiko, langkah selanjutnya adalah evaluasi dan pengukuran risiko.
Evaluasi dan pengukuran risiko bertujuan untuk mengenali dan memahami
karakterisitik risiko dengan lebih baik. dengan pemahaman yang baik, maka
risiko akan lebih mudah untuk dikendalikan. Evaluasi yang lebih sistematis
dilakukan untuk mengukur risiko tersebut.
Terdapat beberapa teknik untuk
mengukur risiko tergantung jenis risikonya. Probabilitas bisa digunakan untuk
mengukur risiko. Ketika probabilitas tinggi, maka suatu risiko perlu mendapat
perhatian lebih ekstra. Pengukuran risiko yang lainnya bisa pula dilakukakan
dengan teknik durasi.Hal ini biasanya dilakukan untuk menilai perubahan tingkat
bunga. Untuk risiko pasar, bisa digunakan teknik value at risk. Setelah
melakukan analisis dan evaluasi risiko, langkah selanjutnya adalah mengelola
risiko.Pengelolaan risiko perlu dilakukan secara cermat mengingat
konsekuensinya yang cukup serius jika gagal dalam mengelola risiko. Risiko bisa
dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran, ditahan (retention),
diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lain.
Mengelola risiko dengan cara
menghindar adalah cara yang paling mudah dan aman, namun tidak optimal. Sebagai
contoh jika kita menghendaki keuntungan yang tinggi dari bisnis, tentunya kita
harus menghadapi risiko tersebut dan mengelolanya dengan baik, tidak dengan
cara menghindar. Retention bermakna kita menghadapi sendiri risiko tersebut. Sebagai
contoh orang yang tidak mengasuransikan properti miliknya, berarti bahwa orang
tersebut akan menanggung sendiri kerusakan – kerusakan atas propertinya.
Selanjutnya adalah diversifikasi. Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang
ktia miliki sehingga tidak terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja.
Sebagai contoh ketika kita
berinvestasi dalam saham, maka kita tidak akan menginvestasikan hanya pada satu
saham saja, tetapi pada beberapa atau banyak saham. Transfer risiko dilakukan
ketika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kemudian ditransfer ke
pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut. Asuransi kecelakaan
adalah salah satu contohnya. Dua hal lain yang terkait dengan pengelolaan
risiko adalah pengendalian risiko dan pendanaan risiko.
Pengendalian risiko dilakukan untuk
mencegah atau menurunkan probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang
tidak kita inginkan. Sebagai contoh adalah pemasangan alarm kebakaran dalam
bangunan ditujukan untuk mengendalikan risiko kebakaran. Pendanaan risiko
mengaandung makna bagaimana menbiayai kerugian yang terjadi jika suatu risiko
muncul. Apakah dari asuransi kebakaran atau menggunakan dana cadangan adalah
contoh risiko kebakaran. Karakterisitik pengelolaan risiko yang baik meliputi
beberapa elemen, yaitu:
- Memahami
bisnis perusahaan. Hal ini merupakan salah satu kunci keberhasilan
manajemen risiko perusahaan. Pemahaman mendalam terhadap bisnis perusahaan
dan keunikannya akan menghasilkan pelaksanaan manajemen risiko yang
berbeda antar perusahaan.
- Formal
dan terintegrasi. Elemen ini merupakan upaya khusus yang didukung oleh
organisasi dan manajemen puncak. Manajemen risiko formal meliputi tiga
hal, yaitu infrastruktur keras seperti ruang kerja, struktur organisasi,
komputer, model statistik dan sebagainya. Kedua adalah infrastruktur lunak
seperti budaya kehati – hatian, dan organisasi yang responsif terhadap
risiko. Ketiga adalah proses manajemen risiko itu sendiri yang meliputi
indentifikasi, pengukuran dan pengelolaan risiko. Setelah itu kemudian
ketiga hal tersebut diintegrasikan dalam perusahaan.
- Mengembangkan
infrastruktur risiko. Pembentukan sebuah komite manajemen risiko adalah
salah satu contoh dari alat yang akan digunakan untuk mengembangkan
infrastruktur risiko yang telah ada.
- Menetapkan
mekanisme kontrol. Manajemen risiko yang baik mempunyai sistem
pengendalian yang baik pula. Mekanisme saling kontrol akan selalu
tercipta. Dengan menggunakan mekanisme tersebut, tidak ada orang yang
mempunyai kekuasaan yang berlebihan untuk mengambil risiko atas nama
perusahaan.
- Menetapkan
batas (limits). Penentuan batas merupakan bagian integral dari
manajemen risiko. Manajer harus diberitahu kapan bisa/harus jalan dan
kaapn harus berhenti. Keputusan bisnis bisa diumpamakan sebagai gas,
sedangkan manajemen risiko bisa diumpamakan sebagai rem. Jika manajemen
risiko tidak berfungsi berarti perusahaan bisa diumpamakan mobil yang
melaju kencang tanpa rem.
- Fokus
pada aliran kas. Manajemen risiko yang baik harus selalu fokus pada aliran
kas. Pengawasan terhadap aliran kas ini harus memadai, sehingga mengurangi
risiko kas yang mengalir ke tempat yang tidak semestinya.
- Sistem
insentif yang tepat. Hal ini akan membuat seseorang berperilaku tertentu. People
respond to incentives.
- Mengembangkan
budaya sadar risiko. Budaya ini dapat diciptakan melalui cara – cara
antara lain dengan menetapkan suasana keseluruhan yang kondusif untuk
perilaku hati – hati, menetapkan prinsip – prinsip manajemen risiko yang
mampu mengarahkan budaya organisasi, mendorong komunikasi yang terbuka,
memberikan program pelatihan dan pengembangan, dan mendorong perilaku yang
mendukung manajemen risiko.
C. Pandangan Islam Terhadap Risiko
Perspektif Islam dalam pengelolaan risiko suatu
organsiasi dapat dikaji dari kisah Yusuf dalam mentakwilkan mimpi sang
raja pada masa itu. Kisah mimpi sang raja termaktub dalam al-Qur’an Surat
Yusuf:43 sebagai berikut:
“Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari
kaumnya): ’Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk di makan oleh tujuh ekor sapi sapi betina yang kurus-kurus dan
tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.’Hai
orang-orang yang terkemuka: ’Terangkanlah kepadaku tentang ta’bir mimpiku itu
jika kamu dapat mena’birkan mimpi.’(QS. Yusuf:
43).
Sedangkan
kisah Yusuf mentakwilkan mimpi sang raja dijelaskan dalam al-Qur’an Surat Yusuf
: 46-47 sebagai berikut:
“(Setelah
pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru): "Yusuf, hai orang yang
amat dipercaya, terangkanlah kepada kami tentang tujuh ekor sapi betina yang
gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh
bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali
kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya.Yusuf berkata: "Supaya
kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai
hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.Kemudian
sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit
gandum) yang kamu simpan.Kemudian setelah itu akan datang
tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka
memeras anggur." (QS. Yusuf: 46-49).
Dalam tafsir Al-Mishbah, M. Quraish Shihab menafsirkan
bahwa Nabi Yusuf memahami tujuh ekor sapi sebagai tujuh tahun masa pertanian.
Boleh jadi karena sapi digunakan membajak, kegemukan sapi adalah lambang
kesuburan, sedang sapi kurus adalah masa sulit dibidang pertanian, yakni masa
paceklik. Bulir-bulir gandum lambang pangan yang tersedia. Setiap bulir sama
dengan setahun. Demikian juga sebaliknya.[2]
Dari kisah tersebut, bisa dikatakan bahwa pada tujuh
tahun kedua akan timbul kekeringan yang dahsyat. Ini merupakan suatu risiko
yang menimpa negeri Yusuf tersebut. Namun dengan adanya mimpi sang raja yang
kemudian ditakwilkan oleh Yusuf maka kemudian Yusuf telah melakukan pengukuran dan
pengendalian atas risiko yang akan terjadi pada tujuh tahun kedua tersebut. Hal
ini dilakukan Yusuf dengan cara menyarankan kepada rakyat seluruh negeri untuk
menyimpan sebagian hasil panennya pada panenan tujuh tahun pertama demi
menghadapi paceklik pada tujuh tahun berikutnya. Dengan demikian
maka terhindarlah bahaya kelaparan yang mengancam negeri Yusuf tersebut.
Sungguh suatu pengelolaan risiko yang sempurna. Proses manajemen risiko
diterapkan Yusuf melalui tahapan pemahaman risiko, evaluasi dan pengukuran, dan
pengelolaan risiko.[3]
Pada dasarnya Allah SWT mengingatkan manusia atau suatu
masyarakat, dimana ada kalanya dalam situasi tertentu mempunyai aset dan modal
yang kuat, namun suatu saat akan mengalami kesulitan. Hanya saja bagaimana
mengatasinya dalam menghadapi kesulitan maka kita harus menyiapkan untuk
perhitungan dan pandangan yang luas.
Pada ayat lain yang berkenaan dengan penempatkan
investasi serta manajemen risiko dalam pertimbangan yang penting, ialah
surat Lukman:34
”Sesungguhnya Allah, Hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal”. (QS. Lukman: 34)
Dalam Al-Qur’an surat Lukman ayat 34 secara tegas Allah
SWT menyatakan bahwa, tiada seorangpun di alam semesta ini yang dapat mengetahui
dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya,
sehingga dengan ajaran tersebut seluruh manusia diperintahkan untuk melakukan
investasi sebagai bekal dunia dan akhirat. Serta diwajibkan berusaha agar
kejadian yang tidak diharapkan, tidak berdampak pada kehancuran fatal
terhadapnya (memitigasi risiko).[4]
Dalam Hadits juga dikisahkan, salah seorang sahabat Rasulullah Saw. yang
meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan
lain-lain, lalu ditinggalkan. Beliau s.a.w. bertanya: "Mengapa tidak kamu
ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah."
Rasulullah
Saw. tidak dapat
menyetujui cara berfikir orang itu, lalu bersabda, "Ikatlah dulu lalu
bertawakkallah." Ringkasnya tawakkal tanpa usaha lebih dahulu adalah salah
dan keliru menurut pandangan Islam. Adapun maksud tawakkal yang diperintahkan
oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sesudah berupaya dan berusaha
serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya meletakkan sepeda di muka rumah,
setelah dikunci baik-baik, lalu bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci
itu masih juga hilang misalnya dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang
itu sudah tidak bersalah, sebab telah melakukan ikhtiar supaya jangan sampai
hilang. Makna tawakal ini yang diartikan sebagai
manajemen risiko.[5]
Dengan demikian jelaslah, Islam memberi isyarat
untuk mengatur posisi risiko dengan sebaik-baiknya, sebagaimana Al-Qur’an dan
Hadits mengajarkan kita untuk melakukan aktivitas dengan perhitungan yang
sangat matang dalam menghadapi risiko.
Allah Swt berfirman dalam surat al an’am: 38 yang
artinya:
“ Dan tiadalah binatang-binatang
yang ada dibumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
umat juga sepertimu. Tiadalah /kami alpakan sesuatupun dalam alkitab
(al-qur’an), kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.
Ayat
tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam hadits Nabi dari Abu Dzar Al Ghifarry
radiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Saw telah pergi meninggalkan kami
(wafat), dan tidaklah seekor burung yang terbang membolak balikan kedua
sayapnya di udara melainkan beliau telah menerangkan ilmunya kepada kami.
Berkata Abu Dzar Ra: Rasullulah Saw bersabda: “ tidaklah tidaklah tertinggal
sesuatupun yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari negara melainkan telah
dijelaskan semuanya kepada kalian”. ( HR. Ath-Thabranni dan Ibnu Hibban)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorangan atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bagaimana jika kemungkinan yang dihadapi dapat memberikan keuntungan yang sangat besar sedangkan kalaupun rugi hanya sekali saja, misalnya membeli lotre. Jika beruntung maka akan mendapatkan hadiah yang sangat besar tetapi jika tidak beruntung uang yang digunakan membeli lotre relative kecil.
DAFTAR
PUSTAKA
Herman darmawi, manajemen resiko,
PT Bumi Aksara, Jakarta, 2006
M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta, 2002
[5] Imam An-Nawawi, Riyadhus
Shalihin Jilid 1, Penerjemah Achmad Sunarto, (Jakarta: Pustaka Imani, 1999)
Cet. IV
0 komentar:
Post a Comment